Awalnya, al-Burhan dan Hemedti bekerja sama dengan erat. Namun, persekutuan ini tidak bertahan lama. Keduanya mulai berebut pengaruh dan kekuasaan, yang akhirnya memicu Perang Saudara Sudan pada tahun 2023.
SAF, yang dipimpin al-Burhan, menguasai wilayah timur dan utara Sudan. Sementara itu, RSF di bawah Hemedti mendominasi wilayah barat, termasuk Darfur, yang menjadi basis kekuatan mereka.
Perang Proksi dan Kepentingan Global
Konflik internal Sudan dengan cepat menarik campur tangan pihak asing. Negara-negara Arab mulai memilih sisi, menjadikan Sudan sebagai medan perang proksi baru.
- Mesir dan Arab Saudi mendukung al-Burhan dan pemerintah.
- Uni Emirat Arab (UEA) memberikan dukungan kepada Hemedti dan RSF.
Meskipun ketiga negara ini sering terlihat bersekutu dalam isu-isu regional, seperti penentangan terhadap Ikhwanul Muslimin, mereka memiliki kepentingan strategis masing-masing di Sudan.
Peran Israel dan Dinamika Regional
Lapisan konflik semakin kompleks dengan melibatkan pengaruh Israel. Setelah jatuhnya al-Bashir, Israel dengan cepat mengambil langkah untuk menormalisasi hubungan dengan Sudan, menjadikannya negara Arab keempat yang menandatangani Perjanjian Abraham.
Melalui hubungan antara UEA dan RSF, Israel melihat peluang untuk memperluas pengaruhnya di Afrika Timur dan kawasan Laut Merah, terutama di tengah menurunnya ketergantungan pada Amerika Serikat.
Kesimpulan: Konflik yang Melampaui Perebutan Kekuasaan
Konflik Sudan bukan sekadar perang antara dua jenderal. Situasi ini mencerminkan fragmentasi dunia Arab-Islam menjadi blok-blok kekuatan yang saling bersaing. Selama perebutan pengaruh ini belum berakhir, rakyat Sudan akan terus menjadi korban dari ambisi, balas dendam, dan intrik geopolitik yang lebih besar.
Artikel Terkait
Ibu-Ibu Kudus Giat Pilah Sampah, Dimulai dari Demo Masak Seru
JK Soroti Tiga Fase Pemulihan Usai Banjir Bandang Tapteng
Ijazah Jokowi Tak Kunjung Redup, Pengamat Heran Isu Strategis Terabaikan
Prabowo Turun Langsung ke Agam, Beri Semangat bagi Korban Banjir dan Longsor