Proses hukum gugatan perdata terhadap ijazah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengambil langkah tak terduga. Dalam proses mediasi terbaru, pihak penggugat, Subhan Palal, secara dramatis menarik tuntutan ganti rugi senilai Rp125 triliun dan membuka pintu perdamaian dengan syarat yang jauh lebih politis dan tajam.
Subhan kini tidak lagi mempersoalkan ganti rugi materiil, melainkan menuntut pertanggungjawaban moral dan jabatan dari Gibran serta Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat.
Syarat damai yang diajukan hanya dua, yakni permintaan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia dan pengunduran diri Gibran dari jabatannya sebagai wakil presiden.
“Saya enggak minta pokok perkara (uang ganti rugi Rp 125 triliun). Tadi, mediator minta (penjelasan) bagaimana tentang tuntutan ganti rugi. Enggak usah, saya enggak butuh duit,” ujar Subhan saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).
Gugatan ini berakar dari dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Gibran dan KPU. Subhan menilai ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) yang tidak terpenuhi oleh Gibran, khususnya terkait riwayat pendidikannya.
Berdasarkan data KPU RI, Gibran tercatat pernah menempuh pendidikan di Orchid Park Secondary School, Singapura (2002-2004) dan UTS Insearch, Sydney (2004-2007), yang keduanya merupakan sekolah setingkat SMA.
Aspek yang menjadi inti permasalahan bagi Subhan bukanlah soal kelulusan, melainkan keabsahan penggunaan ijazah tersebut sebagai syarat formal pencalonan.
Dalam petitumnya, Subhan meminta majelis hakim untuk menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum dan membatalkan status Gibran sebagai Wakil Presiden.
Tawaran damai dengan syarat mundur ini ditegaskan Subhan sebagai langkah yang lebih penting daripada kompensasi finansial. Menurutnya, integritas kepemimpinan nasional jauh lebih berharga.
“Pertama, Para Tergugat minta maaf kepada warga negara, kepada bangsa Indonesia, baik Tergugat 1 atau Tergugat 2. Terus, Tergugat 1 dan Tergugat 2 selanjutnya harus mundur,” tegas Subhan.
Ia menambahkan bahwa kesejahteraan rakyat dan pemimpin yang tidak memiliki cacat hukum adalah prioritas utama.
“Warga negara Indonesia tidak butuh uang, butuh kesejahteraan dan butuh pemimpin yang tidak cacat hukum,” lanjutnya.
Proses mediasi ini akan dilanjutkan pada Senin, 13 Oktober 2025 mendatang. Agenda sidang berikutnya adalah mendengarkan tanggapan dari pihak Gibran dan KPU selaku tergugat terhadap proposal perdamaian yang telah diajukan oleh Subhan.
Sumber: suara
Foto: Kolase Foto Wapres Gibran Rakabuming Raka dan Subhan Palal. [Suara.com]
Artikel Terkait
Dugaan Korupsi Pembangunan PLTU Kalbar, Adik JK Tak Ditahan Usai Ditetapkan Tersangka
Heboh, Macan Tutul Jawa Masuk Hotel
Momen Prabowo Rampas Rp 7 Triliun Aset Koruptor Timah, Harta Karun Tanah Jarang Jadi Sorotan
Oknum Polisi di Kendal Digerebek Propam saat Selingkuhi Istri Rekan