Di balik angka-angka itu, korban sesungguhnya adalah masyarakat biasa.
Jamaah reguler yang seharusnya mendapat tambahan kursi justru harus rela antre lebih lama. Waktu tunggu haji kini mencapai 17 hingga 47 tahun.
Bagi calon jamaah lanjut usia, pengalihan ini berarti peluang mereka berangkat semakin tipis—bahkan banyak yang bisa meninggal sebelum sempat dipanggil.
Maka, skandal ini bukan sekadar hitungan ekonomi, melainkan pengkhianatan terhadap harapan umat.
4. Siapa di Balik Keputusan?
Jejak formal dari penyimpangan ini ada pada KMA Nomor 130/2024. Dokumen resmi ini ditandatangani langsung oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Pertanyaan pun mengerucut:
Jawabannya mengarah pada satu simpulan: ini bukan kelalaian administratif, tetapi keputusan sadar yang sarat kepentingan.
5. Dugaan Jaringan Kepentingan
Sumber di internal KPK menyebut, praktik pengalihan kuota bukan hal baru.
Bedanya, kali ini angkanya sangat besar dan legalitasnya disahkan lewat KMA.
Dugaan kuat, kebijakan ini melibatkan:
6. Kesimpulan: Jejak Korupsi di Balik Ibadah Suci
Skandal ini bukan sekadar soal angka kuota. Ia adalah potret bagaimana kebijakan publik bisa diperdagangkan, bahkan dalam urusan sakral seperti ibadah haji.
Dengan kerugian negara yang ditaksir mencapai lebih dari Rp2 triliun, serta jutaan jamaah reguler yang jadi korban, publik berhak menuntut pertanggungjawaban.
Dan jika mengikuti jejak legal dokumen, sulit mengelak: Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, beserta jajaran pejabat Kemenag yang mendukung terbitnya KMA 130/2024, berada di lingkar utama skandal kuota haji ini.
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Irak Hancurkan Mimpi Piala Dunia Indonesia, Garuda Tumbang 0-1!
Tewas Ditembak OPM, Prajurit TNI Gugur Saat Anjangsana yang Harusnya Damai
Geger! Ratusan Bendera Palestina Berkibar di Patung Kuda, Sorak-Sorai Kutuk Israel
APBN Tergerus untuk Ponpes Al Khoziny? Komisi XI DPR Soroti IMB yang Tak Jelas!