Bila ada satu hal yang paling ditakuti oleh rezim otoriter selain rakyat yang berpikir kritis, itulah media yang berani memberitakan kebenaran. Lai, yang sudah kaya raya dan bisa saja pensiun dengan santai di vila mewahnya, justru mendirikan “Apple Daily”, surat kabar yang secara terang-terangan mengkritik PKT.
Ia tak hanya menyediakan platform bagi gerakan pro-demokrasi Hong Kong, tetapi juga menjadi pengkritik vokal terhadap pembungkaman kebebasan oleh Beijing. Sejak 1997, saat Hong Kong “dikembalikan” ke Tiongkok dengan janji kebebasan yang akhirnya menjadi sekadar kertas kosong, Lai sudah masuk daftar musuh utama Beijing.
Pada Desember 2020, Lai dianugerahi “Penghargaan Kebebasan Pers” oleh Reporters Without Borders atas perannya dalam mendirikan “Apple Daily,” sebuah media berita di bawah kepemimpinannya yang pro-demokrasi. Media ini masih berani secara terbuka mengkritik rezim Tiongkok dan secara luas meliput protes pro-demokrasi.
Puncaknya terjadi pada 2020: ia ditangkap atas tuduhan mengada-ada dan dijebloskan ke penjara. Sampai sekarang, dan entah kapan keluarnya, ia masih meringkuk dalam sel isolasi di Penjara Stanley, Hong Kong. Pada 19 Agustus 2024, pengajuan bandingnya ditolak. Ia tetap berada dalam sel isolasi.
Setelah dipenjara, Lai semakin mendalami ajaran Katolik dan membaca tulisan-tulisan filsuf teologis yang menguatkan keyakinannya bahwa kebebasan sejati tak bisa dikurung dalam sel. Clifford mencatat bahwa Lai, yang awalnya seorang agnostik, akhirnya menemukan ketenangan dalam iman Katoliknya.
Di dalam sel, ia menghabiskan waktu dengan membaca buku-buku teologi Katolik, termasuk “The Collected Works of St. John of the Cross” dan karya-karya G. K. Chesterton. Clifford menulis bahwa Lai “merangkul keterbatasan fisik di penjara sebagai cara untuk memelihara kebebasan mental dan spiritualnya.”
Jimmy Lai bukan sekadar pebisnis atau aktivis. Ia simbol bahwa kebebasan berpendapat memiliki harga —dan terkadang harga itu adalah kehilangan seluruh harta, kebebasan, bahkan nyawa. Namun, yang membedakannya dari banyak orang yang memilih menyerah adalah keyakinannya yang tak tergoyahkan.
Clifford menggambarkan Lai dengan penuh hormat, tetapi tanpa menjadikannya martir sempurna. Ia tetap manusia, dengan segala kelemahan dan kontradiksinya. Namun, di dunia yang penuh dengan pengusaha yang lebih memilih berkompromi dengan kekuasaan demi mempertahankan keuntungan, Jimmy Lai muncul sebagai anomali yang mengganggu.
Maka, apakah Jimmy Lai seorang troublemaker? Bagi rakyat Hong Kong dan para pencinta kebebasan, ia adalah pahlawan. Namun, bagi PKT, ia masalah yang harus diselesaikan. Kisahnya menjadi pengingat bahwa kebebasan selalu memiliki harga—dan ada orang-orang yang berani membayarnya hingga lunas.
*(Penulis adalah Pemerhati Kebangsaan, Pengasuh Pondok Pesantren Tadabbur Al-Qur'an)
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Sinopsis Film Springsteen: Deliver Me from Nowhere - Kisah di Balik Album Nebraska
Budi Arie Masuk Gerindra: Kuda Troya Jokowi untuk Pilpres 2029?
Puan Maharani Soroti Rekam Jejak Soeharto untuk Gelar Pahlawan Nasional
Buku Gibran End Game: Klaim Kontroversial Wapres Tak Lulus SMA oleh Rismon Sianipar