Wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah ke tangan DPRD kembali mencuat. Tapi, bagi Titi Anggraini, akademisi hukum pemilu yang lama mengamati proses demokrasi kita, gagasan ini terdengar seperti lagu lama yang salah nadanya. Argumen soal efisiensi dan pemberantasan korupsi yang dikedepankan, menurutnya, tak lebih dari upaya menyesatkan. Intinya, hak konstitusional rakyat dikorbankan cuma buat memuaskan nafas segelintir elite.
Baginya, akar masalahnya jelas: bukan pada pemilihan langsung. Persoalan sebenarnya bersarang di partai politik yang gagal total menjalankan fungsi kaderisasi dan pengawasan integritas. Mereka lalai, lalu rakyat yang disalahkan.
Lalu, soal klaim efisiensi anggaran? Titi menyorongkan perbandingan yang cukup tajam. Kalau pemerintah memang sungguh-sungguh mau berhemat, mestinya fokus ke pusat dulu. "Pangkas saja jumlah kementerian yang sekarang 'obesitas' itu, beserta semua personel ikutannya," ujarnya.
Pernyataan itu ia sampaikan lewat akun X-nya, Rabu lalu. Ia juga membongkar dalih lain: soal 'ongkos politik mahal' yang katanya pemicu korupsi. Itu disebutnya cuma 'hantu'. Kenapa? Karena dalam laporan dana kampanye, angka fantastis itu tak pernah muncul secara jujur.
Lantas, solusi seperti apa yang ia tawarkan? Daripada ambil jalan pintas yang berbau otoriter, Titi mendesak perbaikan fundamental pada empat hal.
Artikel Terkait
Premanisme Tersandung: 348 Tersangka Diamankan Polda Metro Jaya Sepanjang 2025
Polda Metro Jaya Catat Penurunan Kasus, Struktur Penanganan Perempuan dan Anak Bakal Dirombak
Cuaca Ekstrem Hambat Pencarian Pendaki Muda yang Hilang di Gunung Slamet
Restorative Justice Tuntaskan Lebih dari 2.000 Perkara di Tahun 2025