"Kalau memang asli, pasti berani ditunjukkan. Siapa pun itu." Begitulah kira-kira inti pernyataan Prof. Dr. Ciek Julyati Hisyam, pakar sosiologi hukum dari UNJ. Ia menyampaikannya dalam sebuah talkshow, meyakini bahwa ada yang tak beres dengan ijazah Jokowi.
Logikanya sederhana, dan rasanya banyak orang sepakat. Coba lihat contoh Hakim MK Arsul Sani. Dituduh ijazahnya palsu? Ia malah dengan enteng membukanya di depan publik. Gampang, kan? Karena memang asli, ya begitu caranya. Tidak perlu berbelit-belit.
Arsul tak melaporkan balik yang menuduh. Tidak juga ribet menyewa pengacara atau berargumen aneh-aneh bahwa bakal kacau kalau ijazahnya dibuka. Ia juga tidak tiba-tiba mengadakan reuni alumni atau heboh ikut acara kampus. Kalau dia bisa, seharusnya Jokowi juga bisa melakukan hal serupa. Tapi kenyataannya, jalan yang ditempuh kok berbeda sekali.
Di sisi lain, kalau kita tilik, kebohongan dalam kasus ini sudah menumpuk sejak awal. Ambil dua contoh yang baru-baru ini saja. Ada yang bilang lihat ijazahnya di rumah Jokowi, eh ternyata katanya ada di Polda. Lalu ada klaim sudah memindai ijazah asli, tapi pada akhirnya juga tidak terbukti. Bingung, kan?
Kasus seperti ini sebenarnya bisa berjalan cepat. Lihat saja Wakil Gubernur Bangka Belitung, Hellyana, yang sudah jadi tersangka karena ijazah palsu. Kalau prosedurnya normal, Roy Suryo dan kawan-kawan mungkin sudah diseret ke pengadilan dan Jokowi bisa dapat keadilan. Tapi kenapa ya, kasus yang satu ini jalannya seperti tersendat? Entah apa yang menghambat.
Artikel Terkait
BMKG Waspadai Bibit Siklon Tropis Jelang Malam Tahun Baru
Setahun Prabowo, Peta Ekonomi Masih Statis
Transjakarta Perpanjang Jam Operasi hingga Dini Hari Sambut Malam Tahun Baru 2026
Bogor Cetak 82 Prestasi, Kepemimpinan Dedie A. Rachim Jadi Kunci