Namun begitu, frasa "di atas kebutuhan hidup minimum" itu tak punya standar baku yang mengikat nasional. Hasilnya? Banyak kampus, terutama swasta, memberi gaji pokok yang bahkan di bawah Upah Minimum Regional. SPK menilai, ketiadaan standar upah minimum khusus dosen inilah yang menciptakan ruang eksploitasi yang dilegalkan oleh hukum.
Persoalan makin runyam dengan adanya UU ASN. Terjadi stratifikasi sosial yang tajam antara dosen ASN dan dosen tetap yayasan. Beban kerjanya sama mengajar, meneliti, mengabdi tapi perlindungan dan jaminan hari tuanya jauh berbeda. Dosen swasta seringkali terpapar ketidakpastian.
Akibatnya, mereka terjebak dalam semacam "kemiskinan struktural". Bagaimana bisa fokus pada riset mendalam atau menulis di jurnal internasional, jika untuk memenuhi kebutuhan dapur saja harus "nyambi" ke sana kemari?
Efek Domino "Dosen Nyambi"
Dampak dari upah rendah ini bersifat sistemik dan merusak. Ketika gaji pokok tak mencukupi, dosen terpaksa mencari kerja sampingan. Ada yang jadi "taksi profesor" dengan mengajar di banyak kampus sekaligus, menjadi konsultan, atau bahkan mengambil pekerjaan di luar bidang akademik sama sekali.
Lalu apa imbasnya? Kualitas riset mandek. Inovasi terhambat. Mahasiswa pun kehilangan kesempatan mendapat bimbingan yang intensif dari pengajarnya. Mimpi punya universitas kelas dunia jadi semakin jauh panggang dari api. Mustahil membangun menara intelektual yang tinggi jika fondasinya saja masih sibuk memikirkan cara bertahan hidup.
Gugatan ini adalah pengingat keras. Janji "mencerdaskan kehidupan bangsa" tak mungkin diwujudkan dengan praktik yang timpang. Kesejahteraan dosen bukanlah kemewahan, melainkan prasyarat dasar bagi kemandirian bangsa. Jika negara terus abai, mimpi Indonesia Emas 2045 hanya akan jadi bangunan megah berfondasi rapuh.
Mendukung gugatan ini bukan soal memanjakan kaum intelektual. Ini adalah investasi jangka panjang. Dosen yang sejahtera adalah prasyarat mutlak bagi Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Sudah waktunya kita berhenti menormalisasi kemiskinan di balik jubah toga.
Artikel Terkait
Gempa 4,6 Magnitudo Guncang Bolmut, Getaran Terasa Hingga Gorontalo
Warisan Abu Ubaidah Bergema: Jihad, Hanya Kemenangan atau Syahid
Sutoyo Abadi: Oligarki dan Krisis Konstitusi Ancam Keutuhan NKRI
Letkol dengan Kuasa Melebihi Jenderal: Fenomena Kekuasaan di Balik Pangkat Menengah