Nah, muncul pertanyaan lain. Bukankah lebih baik secara tertutup? Memang, itu yang utama. Tapi realitanya, nasihat tertutup seringkali tak digubris. Di sinilah kemudian muncul pembahasan tentang jenis-jenis nasihat itu sendiri. Ada yang privat, ada pula yang terpaksa harus dilakukan secara terbuka. Konteksnya sangat menentukan.
Di sisi lain, tak sedikit yang bersikeras mengharamkan cara terbuka ini. Alasannya klasik: khawatir timbul fitnah dan kekacauan. Namun begitu, pendapat ini pun tak luput dari bantahan. Sejumlah ulama memberikan jawaban dan sanggahan yang cukup detail, baik lewat tulisan maupun penjelasan lisan, yang mengkritik argumen pelarangan tersebut.
Lantas, bagaimana konteksnya hari ini? Dunia sudah berubah. Informasi mengalir deras, kekuasaan memiliki banyak wajah. Mengkritik penguasa di era sekarang punya dinamikanya sendiri. Tantangannya berbeda, meski prinsip dasarnya tetap sama. Poin ini penting untuk dibahas agar kita tidak terjebak dalam analogi yang jadul untuk situasi yang sudah modern.
Jadi, persoalannya kompleks. Tidak hitam putih. Tapi satu hal yang jelas: kezaliman tak boleh dibiarkan, siapapun pelakunya. Caranya? Itu yang masih perlu terus didiskusikan dengan bijak.
Artikel Terkait
Kecelakaan Maut di Fly Over Mbah Priok, Pengendara Motor Tewas Tertindas Trailer
BNPB Akui Modifikasi Cuaca di Puncak Musim Hujan: Seperti Melawan Kodrat Alam
Bangkai Ayam dan Ancaman untuk Aktivis Iklim di Teras Rumah
Pendaki Pemula Hilang di Gunung Slamet Usai Berpisah untuk Cari Bantuan