Di sisi lain, poin yang paling digarisbawahi adalah soal efisiensi. Biaya politik diyakini bisa ditekan drastis. Kritiknya terhadap sistem langsung saat ini cukup pedas.
Ia menilai pilkada langsung justru memicu perlombaan dana yang tidak sehat. Kampanye jadi sangat mahal, bersaing dengan cara-cara kotor, dan uang pun berbicara sangat lantang. Praktik ini, pada ujungnya, merusak tatanan.
"Proses pilkada yang terjadi adalah praktek ilegal, pelacuran politik. Yang punya uang bisa beli suara dan setelah terpilih harus kembalikan dana kampanye itu lewat korupsi. Demokrasi langsung model begini akhirnya bikin kandidat tergantung sama cukong," tegas Prof. Didik J. Rachbini.
Lantas, bagaimana mencegah politik uang hanya berpindah ke ruang sidang DPRD? Prof. Didik punya gambaran aturan yang ketat, mirip pemilihan Paus. Anggota DPRD yang punya hak suara harus dikendalikan. Misalnya, dengan pemasangan CCTV di rumah mereka, dikarantina di kantor DPRD atau hotel tertentu di bawah pengawasan KPK. Pengawasan lembaga hukum seperti KPK dan Kejaksaan dianggap mutlak, mengingat pemilihnya hanya 50-100 orang, sehingga lebih mudah dikontrol.
Agar transparan, pemungutan suara di DPRD harus terbuka dan disiarkan langsung ke publik. Aturan mainnya harus dituangkan dalam Undang-Undang. Juga diperlukan larangan keras transaksi politik, pemeriksaan rekam jejak, dan uji publik bagi ketiga kandidat. Sanksi pidana untuk suap pemilihan harus berat. Saksi dari aparat hukum hingga masyarakat sipil dan kampus harus hadir mengawal.
Memang, dalam usulan ini partisipasi rakyat agak bergeser. Namun, Prof. Didik memproyeksikan, dibanding pilkada langsung yang berisiko tinggi, metode campuran punya biaya politik lebih rendah dengan risiko politik uang yang medium. Peran DPRD menguat, proses seleksi tidak cuma soal popularitas tapi juga pertimbangan kualitas di lembaga. Risiko oligarki pun bergeser ke parlemen yang, setidaknya secara teori, lebih mudah diawasi.
Harapannya jelas: Indonesia bisa keluar dari lingkaran setan biaya politik gila-gilaan. Dan yang paling utama, tercipta pemerintahan daerah yang lebih bersih dan punya integritas.
Artikel Terkait
INDEF Soroti Ekonomi 2025: Pertumbuhan Tersandera, Anggaran Prioritas Dipertanyakan
MA Jatuhkan Sanksi ke 85 Hakim Sepanjang 2025, Ribuan Aduan Masyarakat Ditindaklanjuti
Denda Tilang DIY Anjlok Drastis, Polisi Beralih ke Teguran
Aceh dan Ibu Pertiwi: Sebuah Jeritan yang Tak Kunjung Didengar