Setelah berjalan hampir satu semester, Sekolah Rakyat mulai menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Perubahan itu terlihat, tak hanya di bidang akademik, tapi juga dari sisi kesehatan fisik dan perkembangan psikososial para siswanya.
Menurut Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat, Muhammad Nuh, ketiga aspek itulah yang jadi indikator kunci untuk menilai program ini. “Sekolah Rakyat sudah hampir satu semester berjalan. Oleh karena itu saat paling tepat sekarang ini melakukan evaluasi pelaksanaannya,” ujar M. Nuh.
Pernyataan itu disampaikannya usai menghadiri Doa Bersama untuk Sumatera di Graha Unesa, Surabaya, Senin lalu. Acara itu dihadiri ribuan orang, mulai dari siswa, wali murid, hingga para guru dan pendamping.
Evaluasi yang dimaksud, jelas Nuh, dilakukan secara menyeluruh. Aspek pertama yang jadi perhatian adalah fisik dan kesehatan. Setiap siswa sejak awal masuk sudah dipetakan kondisinya mulai dari berat dan tinggi badan, tingkat kebugaran, hingga riwayat medis. Tujuannya sederhana: membandingkan kondisi mereka sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran.
“Waktu masuk dulu seperti apa, berat badan, tinggi badan, tingkat kesehatan dan kebugarannya. Setelah satu semester, apa yang berubah? Before and after dari sisi kesehatan dan kebugaran,” kata dia.
Lalu, aspek kedua adalah perkembangan psikososial dan talenta. Di sini, setiap anak punya peta talentanya sendiri yang jadi dasar pengajaran. Nuh menekankan, Sekolah Rakyat tidak sekadar mengejar nilai ujian. Yang lebih penting justru mengembangkan keunikan dan potensi yang dimiliki masing-masing anak.
“Setiap anak punya kartu talenta. Berangkat dari sinilah kita ingin membangun mereka. Bukan cuma soal akademik semata,” jelasnya.
Nah, aspek ketiga barulah pencapaian akademik. Ketiga pilar ini saling terkait dalam menilai perkembangan siswa.
M. Nuh lalu menceritakan kisah Azril, seorang siswa SRMA 13 Bekasi. Saat pertama masuk, Azril sama sekali belum bisa baca-tulis karena suatu kondisi. Tapi setelah pendekatan berbasis talenta dan motivasi, kemajuannya luar biasa.
“Itu tadinya tidak bisa baca-tulis karena kondisi tertentu. Tapi setelah kita ketahui peta talentanya ternyata punya semangat kuat Alhamdulillah dengan pendekatan yang tepat akhirnya dia bisa membaca dan menulis, bahkan sekarang ranking tiga di kelasnya,” ungkap Nuh.
Menurutnya, inilah ciri khas Sekolah Rakyat: melihat potensi siswa secara utuh. Potensi yang awalnya tersembunyi bisa dieksplorasi hingga jadi kompetensi nyata.
Artikel Terkait
Duka di Medan Sunggal: Siswi 12 Tahun Tersangka Pembunuhan Ibu Kandung
Wasdig Komdigi Ungkap 115 Potensi Pelanggaran Data di Website, Layanan Web Dinilai Lebih Rentan
Gubernur Mualem Desak Dukungan Pusat untuk Penanganan Pascabencana Aceh
Keadilan yang Terbelah: Laras Faizati Dituntut Bui, Pelindas Affan Bebas Jerat Pidana