Dapur Makan Bergizi: Antara Gizi Anak dan Anggaran yang Tak Boleh Padam

- Senin, 29 Desember 2025 | 22:00 WIB
Dapur Makan Bergizi: Antara Gizi Anak dan Anggaran yang Tak Boleh Padam

Sebenarnya, yang dipersoalkan masyarakat bukanlah soal keuntungan itu sendiri. Dalam keseharian, semua kerja ya layak dibayar. Koki bukan relawan, dan dapur bukan tempat pertapaan. Yang bikin risih adalah ketika keuntungan itu dibungkus rapat-rapat dengan bahasa pengabdian dan pengorbanan.

Anak-anak dijadikan wajah depan. Dapur bekerja di balik layar. Negara berdiri di tengah, berharap semua orang terharu sampai lupa untuk bertanya.

Namun begitu, masyarakat sekarang ini bukan cuma kenyang makan nasi. Mereka juga sudah kenyang slogan. Mereka paham betul bahwa kebijakan sosial modern sering dijalankan dengan logika proyek. Ada target, ada serapan, ada laporan periodik. Dan dalam setiap proyek, selalu ada pihak yang akan rugi kalau proyek itu tiba-tiba berhenti.

Maka prasangka pun tumbuh. Bukan karena rakyat itu jahat atau sinis. Tapi karena sistem yang mengambang dan ambigu.

Kalau memang dapur dapat selisih dari efisiensi, ya ngomong saja. Kalau ada batas margin tertentu, buka-bukaanlah. Kalau kualitas makanan dijaga, tunjukkan standarnya. Kebijakan sosial tidak akan runtuh karena kejujuran. Justru sebaliknya, ia runtuh karena kepura-puraan.

Publik tidak sedang meminta negara berhenti memberi makan anak-anak. Mereka cuma pengin tahu: sebenarnya, apa sih yang lebih dijaga? Gizi anak, atau justru keberlangsungan operasional dapur itu sendiri?

Di masyarakat yang semakin melek informasi, pertanyaan macam ini tak bisa lagi dijawab cuma dengan modal niat baik. Niat baik yang tidak transparan akan selalu kalah oleh satu hal sederhana: hitung-hitungan kasar di kepala ibu-ibu dan bapak-bapak yang tiap hari belanja ke pasar.

Dan di situlah ujian sesungguhnya bagi negara bukan pada bagus tidaknya program, tapi pada keberaniannya untuk jujur tentang bagaimana program itu benar-benar bekerja.

Karena pada akhirnya, anak-anak memang butuh makan yang bergizi. Tapi, kepercayaan publik juga butuh diisi dengan asupan yang tak kalah layaknya.


Halaman:

Komentar