Bumi: Rumah Kita yang Terus Merintih
Oleh Jimmy H Siahaan
Di Hari Bumi 2024, Paus Fransiskus punya pesan yang terasa getir. Lewat media sosial, ia menulis, "Generasi kita telah diwarisi banyak kekayaan, tetapi kita telah gagal melindungi planet ini, dan kita tidak menjaga perdamaian."
Paus kemudian mengingatkan, kita semua dipanggil untuk menjadi penjaga rumah bersama. Bumi yang, dalam kata-katanya, sedang ‘jatuh ke dalam kehancuran’.
Peringatan tahunan setiap 22 April ini memang lahir dari kampanye lingkungan global sejak 1970. Tujuannya jelas: membangun kesadaran dan aksi nyata. Namun, setelah puluhan tahun, seruan itu masih terasa mendesak, bahkan lebih mendesak dari sebelumnya.
Paus sendiri dikenal sangat vokal soal lingkungan. Konsep "ekologi integral" yang ia usung tak cuma bicara alam, tapi juga keadilan sosial. Ini relevan banget untuk kondisi Indonesia yang akrab dengan deforestasi, polusi, dan ancaman bencana iklim. Melalui ajaran seperti "Laudato Si", ia mendorong apa yang disebut pertobatan ekologis mengubah gaya hidup konsumtif jadi aksi nyata merawat "rumah bersama".
Intinya, kita diajak untuk berhenti boros dan mulai lebih peduli. Gaya hidup berlebihan harus dikurangi.
Dan Indonesia punya alasan kuat untuk mendengarkan. Isu deforestasi, krisis air bersih, hingga kerawanan bencana hidrometeorologi bukan lagi omong kosong. Itu nyata. Seruan Paus seperti menemukan panggungnya di sini.
Retorika Kiamat yang Mereda?
Sementara itu, di panggung lain, ada pergeseran narasi yang menarik. Bill Gates, yang selama ini dikenal keras menyuarakan bahaya perubahan iklim, tiba-tiba melunak. Ia tak lagi meneriakkan petaka.
Dalam tulisan panjang di Gates Notes, pendiri Microsoft itu bicara soal keseimbangan. Menurutnya, kita perlu menanggulangi perubahan iklim sambil terus berinovasi secara teknologi. Tapi, jangan lupakan juga upaya membasmi kemiskinan dan penyakit di muka Bumi.
Nah, respons datang dari Donald Trump. Mantan Presiden AS itu seperti 'berpesta pora' menyambut perubahan sikap Gates.
Ia langsung mendeklarasikan kemenangan.
Trump mengklaim komentar Gates adalah pengakuan kesalahan soal pemanasan global. Padahal, Gates sendiri masih bersikukuh.
"Meski perubahan iklim memiliki konsekuensi serius, utamanya untuk orang-orang di negara-negara miskin, tetapi perubahan iklim tak akan membuat manusia punah," tulis Gates.
Ia menekankan, fokus kita harusnya pada inovasi, adaptasi, dan peningkatan kesejahteraan. Bukan cuma retorika 'kiamat' yang menakut-nakuti.
Artikel Terkait
Korban Tewas Bencana Sumatera Tembus 1.138 Jiwa, 163 Masih Hilang
Empat Turis Spanyol Hilang Usai Kapal Wisata Tenggelam di Labuan Bajo
Paus Leo XIV Sorot Gaza dalam Pesan Natal Perdananya: Bagaimana Kita Bisa Lupakan Tenda-Tenda Itu?
Basarnas Akhiri Pencarian Korban Banjir Aceh, Beralih ke Fase Pemantauan