Federalisme: Solusi atau Ilusi untuk Labirin Kekuasaan Indonesia?

- Jumat, 26 Desember 2025 | 11:25 WIB
Federalisme: Solusi atau Ilusi untuk Labirin Kekuasaan Indonesia?

Oleh: Damai Hari Lubis"

Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

Labirin Kekuasaan dan Sebuah Gagasan yang (Kembali) Menggelitik

Sudah lebih dari dua dekade kita hidup di bawah UUD hasil amandemen. Tapi, coba lihat. Apa yang terjadi? Alih-alih membawa kemajuan yang merata, sistem ini justru menciptakan semacam labirin. Labirin kekuasaan. Gaya kepemimpinan yang terbentuk tak sesederhana yang dibayangkan. Malah, dalam praktiknya, ia mengeraskan cengkeraman di satu titik sentral politik, ekonomi, hukum, semuanya berkumpul di sana.

Akibatnya, fenomena yang kita saksikan sekarang ini ya itu: politik dinasti. Banyak yang menyebutnya pelanggaran etika konstitusional. Bagaimana tidak, ketika hukum dipelintir jadi alat estafet kekuasaan seperti beberapa kasus di Mahkamah Konstitusi maka demokrasi pun dibajak. Dibajak untuk kepentingan segelintir kelompok. Mirip permainan Machiavelli zaman now.

Di tengah kebisingan wacana kembali ke UUD 1945 asli, ada pemikiran lain yang muncul. Mungkin terdengar provokatif, bahkan berisiko. Tapi, menurut saya, ia punya dasar historis yang sah. Gagasan itu adalah mengubah Indonesia menjadi negara serikat, Republik Indonesia Serikat atau RIS.

Memang, ide federalisme ini tak populer. Pasti akan ditolak mentah-mentah oleh kekuatan status quo. Namun begitu, kita harus ingat, bentuk negara serikat ini pernah ada dalam sejarah konstitusi kita. Federalisme bukan berarti bubarnya Indonesia. Bukan. Ini lebih soal mendistribusikan keadilan. Membagi kekuasaan dan kesejahteraan secara lebih proporsional.

Lantas, Mengapa RIS Layak Dipertimbangkan Kembali?

Pertanyaan besarnya: setelah 80 tahun merdeka, apa salahnya menimbang opsi ini?

Pertama, soal kegagalan distribusi. Amanat Pembukaan UUD 1945 jelas: keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Realitanya? Sistem sentralistik sering bikin pemerintah pusat seperti "memborong" hasil bumi daerah. Daerah jadi terlambat berkembang karena selalu menunggu komando dari Jakarta. Ini harus dihentikan.

Kedua, sistem federal bisa membendung monopoli kekuasaan. Dengan kekuasaan yang tersebar di negara-negara bagian, kecil kemungkinan lahirnya figur penguasa tunggal yang mendominasi segalanya secara nasional. Pengawasan akan terjadi lebih alami, lebih kompetitif.

Dan ketiga, efisiensi. Bayangkan, setiap daerah punya otonomi penuh mengelola kekayaannya. Pusat hanya mengurusi pertahanan, hubungan luar negeri, dan moneter. Model seperti ini sukses di Amerika, Australia, atau tetangga kita Malaysia. Daerah akan terdorong untuk mandiri, kreatif, dan saling berkompetisi secara sehat.


Halaman:

Komentar