Siklon dan Sawit: Ketika Hujan Hanya Menyelesaikan Bencana yang Sudah Disiapkan

- Jumat, 26 Desember 2025 | 07:50 WIB
Siklon dan Sawit: Ketika Hujan Hanya Menyelesaikan Bencana yang Sudah Disiapkan

Kedua, mobilisasi sumber daya nasional harus lebih cepat. Dana darurat APBN, personel, logistik mulai dari pangan, air bersih, hingga tenda dan layanan kesehatan, harus digerakkan dengan skala yang masif. Status bencana nasional bukan lagi wacana, melainkan keharusan untuk memotong birokrasi dan memusatkan respons.

Ketiga, kolaborasi dengan semua pihak. Filantropi, lembaga internasional, swasta, dan tentu saja masyarakat. Semua harus digerakkan, tapi dengan koordinasi yang transparan agar bantuan tepat sasaran dan tidak berantakan di lapangan.

Tapi, berhenti pada respons darurat saja jelas tidak cukup. Bencana tahun 2025 ini harus jadi titik balik.

Di sinilah rekomendasi sistemik bekerja. Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana yang sebenarnya sudah diluncurkan sejak 2018 harus segera dihidupkan. Ada Pooling Fund Bencana yang termaktub dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2021, sayangnya masih "tidur panjang". Dana bersama semacam ini penting sebagai penyangga keuangan saat bencana menerpa. Asuransi bencana untuk masyarakat juga perlu didorong lebih serius.

Lebih jauh lagi, kita harus berani membongkar akar masalahnya. Audit menyeluruh terhadap pemanfaatan daerah aliran sungai, izin konsesi, dan izin lingkungan wajib dilakukan. Setiap pelanggaran yang mempercepat deforestasi dan degradasi DAS harus ditindak tegas. Momentum kelam ini harus jadi cambuk untuk mereformasi tata kelola sumber daya alam yang selama ini sering abai terhadap daya dukung lingkungan.

Terakhir, semua rencana pembangunan kita dari RPJMN hingga RTRW harus diselaraskan dengan peta risiko iklim. Selama ini, ketidakselarasan itu yang bikin permukiman dan industri malah masuk ke daerah rawan banjir dan longsor. Data risiko, lingkungan, dan kebencanaan yang masih tercecer di berbagai lembaga harus diharmonisasikan. Sistem peringatan dini yang akurat hanya bisa lahir dari data yang terkumpul baik dan terpercaya.

Laporan LPEM FEB UI itu ditutup dengan sebuah pertanyaan yang menggugah.

Jawabannya tak tertulis di dokumen manapun. Jawabannya sedang diuji oleh hujan yang pasti akan datang lagi, oleh siklon tropis berikutnya yang mungkin lebih dekat dari yang kita duga. Jawabannya ada pada pilihan kita hari ini. Apakah bencana besar ini hanya akan menjadi duka kolektif yang perlahan terlupakan, atau justru jadi pembuka mata terakhir yang memaksa kita semua untuk berubah sebelum Sumatra, dan mungkin nusantara lainnya, benar-benar tenggelam oleh kesalahan yang terus kita ulang.


Halaman:

Komentar