Kebijakan pembatasan truk saat arus mudik tinggi, seperti Nataru atau Lebaran, kembali jadi sorotan. Kali ini, Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono (BHS), yang angkat bicara. Menurutnya, menghentikan roda logistik di momen-momen puncak seperti itu justru bisa memukul perekonomian secara luas.
"Logistik itu tidak mengenal libur Lebaran atau Nataru, mereka harus tetap berjalan. Kalau dihentikan, dampaknya sangat besar terhadap ekonomi," tegas BHS.
Pria yang akrab disapa BHS ini punya alasan kuat. Ia membandingkan dengan sejumlah negara tetangga. Di China, Jepang, atau Malaysia misalnya, angkutan barang tak pernah benar-benar berhenti meski di tengah libur panjang. Alasannya sederhana namun krusial: logistik adalah urat nadi industri dan penjaga stabilitas harga.
Dampak pertama yang ia khawatirkan tentu pada dunia industri. Bayangkan, pabrik-pabrik tetap beroperasi, tapi pasokan bahan baku atau pengiriman barang jadi terhambat. Padahal, pemerintah sendiri sedang gencar mendorong produksi dalam negeri. Target pertumbuhan ekonomi Presiden Prabowo yang mencapai 8 persen dan proyeksi Menteri Keuangan Purbaya di angka 6,7 persen pada 2026, menurutnya, bisa terancam jika distribusi macet.
Belum lagi urusan ekspor-impor. Kalau barang tertahan di darat, kapal-kapal di pelabuhan bisa menunggu terlalu lama. Ujung-ujungnya, kena denda demurrage. Reputasi Indonesia di mata mitra dagang internasional pun bisa tercoreng. "Dampak berikutnya adalah kenaikan biaya logistik. Ketika pengangkutan terhambat, harga barang akan naik dan ini berujung pada inflasi," jelasnya.
Di sisi lain, BHS yang juga Ketua Dewan Pembina MTI Pusat ini mengingatkan soal efek berantai. Pembatasan sementara malah bikin penumpukan barang. Begatulah, saat larangan dicabut, semua barang ingin dikirim sekaligus. Infrastruktur dan armada yang terbatas kewalahan. Alhasil, ongkos angkut melambung tinggi.
"Sudah ekonominya terhambat, ketika dibuka malah ongkos transportasinya melonjak. Inilah yang akhirnya dirasakan masyarakat, baik di dalam negeri maupun internasional, bahwa logistik Indonesia menjadi mahal karena salah kebijakan," kritik alumni ITS Surabaya itu.
Artikel Terkait
Wagub Babel Hellyana Ditetapkan Tersangka Kasus Ijazah Palsu
Siklon Tropis Grant Menguat, Gelombang Tinggi Ancam Perairan Selatan Jawa
Indosat Genjot Sinyal di 68 Titik Wisata Jelang Libur Panjang
Perpol 10/2025: Pintu Khusus Polisi Aktif di Kementerian Saat Anak Muda Gigit Jari