Di tengah situasi bencana yang mencekam di Aceh, Sumut, dan Sumbar, sikap terbuka Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendapat sorotan. Pengamat menilai langkahnya itu bukan sekadar basa-basi politik, melainkan cerminan nyata kepedulian negara. Menurut mereka, di saat tekanan begitu besar, pendekatan yang mengedepankan empati justru bisa menenangkan dan menjaga kepercayaan publik.
Analis Komunikasi Politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam, menyoroti hal ini usai konferensi pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jumat lalu.
Baginya, pengakuan Tito soal keterbatasan penanganan dan permintaan maaf yang disampaikannya menunjukkan kepemimpinan yang peka. Responsif terhadap kondisi psikologis korban dan masyarakat luas.
“Dalam situasi kebencanaan, sikap terbuka dan jujur dari pemerintah justru penting,” kata Surokim, Sabtu (20/12).
“Itu cara menghadirkan rasa kehadiran negara di tengah masyarakat.”
Tak cuma itu. Polemik bantuan dari Malaysia pun, dalam pandangan Surokim, disikapi Tito dengan tepat. Klarifikasi yang diberikan dinilainya mencerminkan empati sekaligus penghormatan pada solidaritas antarnegara. Ia menekankan, komunikasi publik yang terkoordinasi dan berempati adalah kunci. Masyarakat butuh lebih dari sekadar data teknis; mereka butuh ketenangan dan kejelasan arah.
Pandangan serupa datang dari pakar lain, Emrus Sihombing. Ia menilai pengelolaan komunikasi publik saat bencana harus terus dibenahi. Agar lebih terintegrasi dan responsif terhadap kondisi kebatinan orang banyak.
“Situasi kebencanaan membutuhkan komunikasi yang solid, satu suara, dan berbasis empati,” ujar Emrus.
Artikel Terkait
Tol Cipali Sepi Jelang Natal, Volume Kendaraan Turun 25 Persen
Kisah Pilu di Balik Pemulangan Jenazah Korban Kebakaran Hong Kong
Banjir Sumatra: Tagihan Mahal dari Pembangunan yang Abai
Jaksa Agung Copot Tiga Kajari Terjerat OTT KPK