Dorongan Menhan, Sutoyo Abadi: Bukan Buat Pernyataan Sikap Tapi Lawan
Suasana di Universitas Hasanuddin, Makassar, Selasa lalu, ternyata tak biasa. Menteri Pertahanan Syafrie Syamsuddin, dalam kuliah umumnya, menyampaikan amarah dan kegelisahan yang tajam. Intinya sederhana tapi berat: ada musuh dalam selimut yang membahayakan negara. Dia bicara soal ketidaktaatan, birokrasi lambat, dan kebohongan yang harus dikoreksi. "Kita menghadapi musuh dalam selimut," begitu tegasnya, menandai nada pesan yang keras.
Menanggapi hal itu, Koordinator Kajian Politik Merah Putih, Sutoyo Abadi, punya pandangan yang lebih spesifik. Menurutnya, peringatan Menhan itu bukanlah isapan jempol belaka.
"Oligark yang merasa memiliki modal uang sangat besar hasil menjarah sumber ekonomi di Indonesia, dipastikan akan melawan," ujar Sutoyo, Rabu (10/12/2025).
Dia menyoroti ironi saat beberapa wilayah diterjang banjir. Alih-alih fokus menangani bencana, sebagian menteri yang dia sebut sebagai 'ternak oligarki' justru sibuk memainkan tipu daya. Tujuannya? Menyesatkan Presiden agar mengambil kebijakan yang keliru.
"Sejak awal Presiden Prabowo harus terus diingatkan. Ada musuh dalam selimut dari kabinetnya sendiri yang akan memakzulkan dirinya. Petanya sangat terang benderang siapa yang taat dan siapa yang terus bertingkah sebagai penghianat," sambungnya, tanpa tedeng aling-aling.
Sutoyo lalu mengungkit pertemuan antara Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Jokowi di Solo, 13 Oktober 2024. Menurutnya, ada tiga poin ancaman oligarki yang disampaikan kala itu.
Pertama, permintaan agar orang-orang tertentu masuk ke kabinet. Kedua, desakan untuk tidak mengganggu program oligarki yang katanya sudah dapat persetujuan dari pemimpin China, Xi Jinping. Dan yang ketiga, nada ancaman: jika dua poin sebelumnya diganggu, maka stabilitas ekonomi negara akan diobrak-abrik.
"Saat ini benar-benar terjadi," katanya dengan nada getir. "Mereka sudah menguasai dan menjarah hutan serta SDA. Ketika banjir bandang menelan korban, mereka tak peduli. Justru para menteri titipan itu berulah, melakukan sabotase dengan berbagai cara."
Di sisi lain, posisi para menteri ini dinilai sangat paradoks. Mereka seharusnya pembantu presiden, tapi malah berusaha mendelegitimasi dan meruntuhkan kekuasaannya lewat kebijakan yang merugikan rakyat. Status mereka, bagi Sutoyo, lebih sebagai 'ternak oligarki' daripada abdi negara.
Artikel Terkait
Matcha di Sekretariat ASEAN: Dari Upacara Teh hingga Jembatan Kerja Sama
Direktur Ditahan, Kelalaian Diduga Picu Kobaran Maut di Gedung Terra Drone
24 Korban Tanpa Nama Dikebumikan dengan Penghormatan Terakhir di Padang
Gubernur DKI Tinjau Pengiriman 15 Ton Sembako ke Kepulauan Seribu Jelang Natal