Selasa sore di Aceh Tamiang terlihat ramai. Tapi keramaian ini bukan suasana pasar yang biasa. Orang-orang lalu-lalang di jalan, namun wajah mereka penuh kelelahan dan tangan mereka terulur. Mereka bukan berjualan. Mereka meminta-minta.
Sudah dua pekan lebih sejak banjir bandang dan tanah longsor melanda, keadaan di sini masih jauh dari kata pulih. Sisa-sisa bencana terlihat di mana-mana: lumpur mengering yang menutupi segalanya, mobil dan motor yang ringsek, rumah-rumah yang hancur. Pasar sepi, toko-toko sembako masih tutup rapat. Yang tersisa hanyalah aroma tanah basah dan keputusasaan yang pekat.
Di sepanjang jalan yang becek, banyak warga hanya duduk atau berdiri. Mereka mengulurkan tangan pada setiap kendaraan yang lewat. Tujuannya sederhana sekaligus menyedihkan: meminta bantuan untuk bertahan hidup.
Di sekitar pasar yang sepi, kami berbincang dengan beberapa warga. Ada Dodi, Genan, dan Cut. Pakaian mereka masih compang-camping, belepotan lumpur yang sudah mengering. Mereka berteduh di bawah pohon, sesekali melangkah ke pinggir jalan, lalu kembali duduk terdiam.
"Kami⦠beras tolong dibantu, Pak," ujar Dodi membuka percakapan. Suaranya lirih.
Belakangan, isu melonjaknya harga sembako memang ramai diperbincangkan. Di Aceh, kabarnya harga minyak sampai telur meroket tak karuan.
Dodi mengiyakan. Menurutnya, kabar itu benar adanya. "Betul, pedagang mau membunuh masyarakat yang kena aniaya dengan bencana banjir," katanya, nada suaranya mulai meninggi. "Telur satu karton yang dulu cuma tiga puluh sampai empat puluh ribu, sekarang bisa tujuh puluh lima ribu. Minyak juga naik, sepuluh persen lebih lah."
Memang, truk-truk pengangkut bantuan terlihat keluar masuk. Banyak juga kendaraan pribadi yang membawa karung beras, obat-obatan, atau pakaian. Tapi, di situlah masalahnya menurut mereka.
Artikel Terkait
Pesta Pernikahan Berantakan, Calon Pengantin Rugi Rp 100 Juta Gara-gara WO Bodong
AJI Tolak Anugerah Dewan Pers 2025, Sebut Prosesnya Gelap dan Mengkhianati Konstituen
Maret 2026, Akses Medsos Anak Bakal Dibatasi Berdasarkan Usia
Mimpi di Ibu Kota Padam dalam Kobaran Api di Kemayoran