Di Ballroom Hotel Ambhara, Jakarta, suasana pagi Jumat (5/12) itu terasa berbeda. Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk berdiri di hadapan para peserta Kongres II Cendekiawan Perempuan Papua. Pesan yang ia sampaikan jelas dan tegas: perempuan Indonesia harus berani berubah. Menjadi sosok yang inovatif, kolaboratif, dan transformatif bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk menjawab tantangan zaman.
“Kolaboratif ini sangat penting sekali,” ujarnya, menekankan poin kunci dari tema kongres hari itu.
“Tadi ketua umum sedikit sudah menyampaikan jejaringnya. Bagaimana melakukan kolaborasi kerja, dengan siapa, apa sudah berjalan. Kemudian transformatif, bagaimana dari nilai yang lama, kita bisa transformasi pada nilai baru, dengan perubahan baru.”
Menurut Ribka, peran cendekiawan kelompok pemikir cerdas dan penemu gagasan sangat krusial. Tujuannya satu: meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan untuk konteks Papua, modalnya sudah ada. Kekayaan alamnya melimpah, kearifan lokalnya kuat. Itu semua aset berharga yang tak boleh dibiarkan menganggur.
“Papua juga memiliki sumber daya alam dan daya potensi manusianya. Inilah modal kita di Papua yang tidak [boleh] kita biarkan begitu [saja],” tegasnya.
Artikel Terkait
ASN Pontianak Serukan Komitmen Antikorupsi Lewat Senam di Tepian Kapuas
Tiga Menteri di Pusaran Duka Sumatra: Mundur atau Bertahan?
Kalbar Siapkan Pidana Kerja Sosial, Pelaku Ringan Tak Lagi Masuk Sel
Hari Kedua Banjir, Tiga Kecamatan di Bandung Masih Terendam