Jalan menuju Desa Tanjung Karang nyaris tak bisa dikenali. Pemandangan yang ada justru mirip hutan kayu tumbang, bukan permukiman warga. Tumpukan batang-batang pohon, besar dan kecil, memenuhi area Pondok Pesantren Darul Mukhlishin di Kabupaten Aceh Tamiang. Ini adalah sisa-sia amukan banjir bandang yang melanda wilayah itu pada Jumat pekan lalu.
Sudah lewat sepekan, tapi kondisi belum juga membaik. Akses jalan utama masih terputus total. Yang ada cuma lumpur tebal sisa luapan Sungai Tamiang, bercampur dengan kayu-kayu yang teronggok seperti tusuk sate raksasa. Akibatnya, bantuan logistik untuk korban terhambat. Sulit sekali masuk.
Warga yang terpaksa keluar masuk desa pun harus ekstra hati-hati. Mereka terpaksa meniti di atas tumpukan kayu itu, berjalan pelan-pelan seperti sedang meniti titian yang tak stabil. Satu langkah salah, bisa-bisa terperosok ke dalam kubangan lumpur di bawahnya.
Suasana di lokasi benar-benar memprihatinkan. Rekahan tanah, bau anyir lumpur, dan wajah lelah warga bercampur jadi satu. Butuh waktu dan upaya ekstra untuk membuka jalur akses yang benar-benar aman. Sementara itu, kehidupan sehari-hari mereka terpaksa beradaptasi dengan kondisi yang serba terbatas ini.
Artikel Terkait
Korban Banjir Sumatera Tembus 883 Jiwa, 520 Orang Masih Dicari di Tengah Puing
Kapal Kemanusiaan PMI Angkut Bantuan Darurat untuk Korban Bencana di Aceh dan Sumatera
Serakahnomic dan Darurat Kedaulatan: Catatan Pilu dari Diskusi Poros Jakarta Raya
HUT ke-61 Golkar Sintang Diwarnai Doa untuk Korban Banjir dan Syukur untuk Soeharto