Di sisi lain, stok Bulog yang kerap dibagikan saat bencana seperti banjir, bukan cuma soal kecukupan cadangan atau stabilnya produksi. Ini juga soal waktu. Beras, mirip seperti manusia, punya batas toleransi ketika terlalu lama diam. Dia tidak rusak secara instan, tapi pelan-pelan meninggalkan versi terbaik dari dirinya.
Sebenarnya, tujuan Bulog itu sederhana dan mulia: menjamin stok pangan nasional aman, menjaga harga gabah petani tidak anjlok, dan mencegah harga beras di pasar melambung tinggi. Stok itu disimpan sebagai bantalan, penstabil harga setidaknya dalam teori.
Namun begitu, kenyataan di lapangan kerap tak seindah teori. Harga beras di pasar bisa saja menari-nari tak menentu. Sesekali harganya turun. Bukan karena kebijakan stabilisasi berhasil, tapi seringkali karena stok lama itu akhirnya dikeluarkan. Alasannya sederhana: berasnya sudah "kurang layak".
Artikel Terkait
Kontroversi di Jalur Malang-Kediri: Pelajar SMK Tewas Terseret Arus Usai Tabrakan Beruntun
Anak Ustaz Evie Effendi Laporkan Ayahnya ke Polisi, Terlibat Kasus KDRT
Menteri Kehutanan dan Ritual Restu Presiden: Saat Hukum Menunggu Izin Politik
Senyum Kembali di Tenda Pengungsian, Gibran Prioritaskan Ibu Hamil dan Balita