Polri dan Mandat Rakyat: Menagih Janji Reformasi '98
Sudah lebih dari dua dekade sejak gelombang Reformasi 1998 menerjang. Salah satu janji besarnya adalah menata ulang institusi penegak hukum, termasuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Tujuannya jelas: mengembalikan mandatnya sepenuhnya kepada rakyat, lepas dari cengkeraman politik dan kepentingan sempit. Ini sesuai amanat yang tertuang dalam beberapa ketetapan MPR, seperti TAP MPR VI dan VII tahun 2000 tentang pemisahan dan peran TNI-Polri, serta perubahan UUD 1945.
Namun begitu, jalan menuju reformasi yang hakiki ternyata berliku. Muhammad Anshor Mumin, Direktur Timur Barat Research Center (TBRC) yang juga Sekjen Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI), punya pandangan tajam soal ini. Menurutnya, fokus reformasi selama ini kerap keliru.
Dia menjelaskan, akar masalahnya ada di sana. Sistem politik yang dianggapnya menyimpang dari cita-cita '98 telah membuat Polri diduga kuat menjadi partisan. Institusi ini, kata Anshor, seolah jadi alat bagi partai, elite politik, atau oligarki yang sedang berkuasa.
Ironisnya, upaya internal untuk mencetak polisi profesional melalui pelatihan sebenarnya tidak sedikit. Tapi semua itu seperti menegakkan benang basah jika tekanan politik dari luar tetap kuat. Di sisi lain, Anshor mengingatkan agar reformasi tidak justru mengkerdilkan peran Polri ke depannya. Misalnya, dengan memasukkannya kembali di bawah Kemenhan atau TNI, atau mengubahnya menjadi kementerian biasa. Itu bukan solusi.
Artikel Terkait
Kasasi Ditolak, Hukuman Agus Buntung Bertambah Jadi 12 Tahun Penjara
Rob Kembali Genangi Muara Angke, Warga Sudah Anggap Biasa
Mualem Geram: Bupati Cengeng, Letakkan Jabatan!
Video Call Mencekam: Asap Tebal dan Permintaan Maaf Terakhir Erawati di Hong Kong