Di sisi lain, reaksi Basuki setelah menemukan sang dosen telah meninggal juga dipertanyakan. Dia mengaku panik, kalut, bingung. Alhasil, dia tidak segera menghubungi dokter atau polisi. Padahal, sebagai perwira menengah dengan jabatan pengendalian massa (Dalmas), seharusnya dia terlatih menghadapi situasi kritis dan menjaga emosi.
Hakim sidang pun menyoroti hal ini. Tapi Basuki berdalih, dia kelelahan karena dua hari tidak tidur sambil mengurusi korban yang beberapa kali mengeluh kesakitan sebelum akhirnya meninggal.
Keterlambatan melapor ke polisi juga jadi bahan pemeriksaan. Basuki mengakui, alih-alih langsung membawa jenazah atau melapor, dia lebih dulu minta tolong temannya untuk mengantarnya ke Polrestabes Semarang. Logikanya, dia ingin melaporkan diri dulu. “Bukan segera mengantar jenazah, tapi bagaimana saya harus laporan, istilahnya seperti itu,” terang Zainal Petir menyampaikan alasan kliennya.
Semua pengakuan itu kini jadi bahan pertimbangan majelis etik. Satu nyawa melayang dalam keadaan yang belum jelas, sementara saksi kunci yang juga seorang aparat memberikan penjelasan yang masih menyisakan banyak lubang. Masyarakat pun menunggu, apakah sidang ini akan mampu mengungkap tabir gelap di balik kematian dosen Semarang itu.
Artikel Terkait
5 Drakor Romansa Paruh Baya yang Hangat dan Mengena di Hati
Perwakilan Jepang Pantau Langsung Calon Pekerja Migran di Kelas Vokasi Lampung
KPRP Desak Kapolri Tinjau Ulang Penahanan 1.038 Aktivis Demo Agustus
Turun Tangan atau Pencitraan? Aksi Bersih-bersih Zita Anjani di Lokasi Banjir Picu Polemik