Tragedi Ledakan SMAN 72: Luka Fisik dan Trauma Korban Serta Ancaman Ekstremisme Baru
Wajahnya hampir tidak bisa dikenali. Di ruang IGD Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, seorang siswa SMA bernama LH terbaring dengan tubuh penuh luka. Bibirnya membengkak, kulit wajahnya koyak dan terkena luka bakar. Kondisi terparah ada pada lutut kirinya yang robek.
Orang tua LH, Andri dan istrinya, awalnya tidak menyangka anak mereka adalah korban ledakan di sekolahnya. Keraguan mereka sirna setelah sang ibu mengenali celana pendek yang dipakai LH. Pengakuan itu diikuti tangis histeris sang ibu yang langsung duduk di lantai ruang IGD.
Kronologi Ledakan di Masjid Sekolah
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, ledakan terjadi di masjid SMAN 72 tepat ketika para siswa bersiap untuk salat Jumat. Posisi LH saat itu berada persis di sebelah kanan lokasi ledakan, membuatnya menerima dampak terparah bersama 95 korban lainnya.
Analisis rekaman CCTV oleh penyidik Polda Metro Jaya mengarah pada seorang siswa kelas XII berinisial FN sebagai tersangka. Beberapa jam sebelum ledakan, FN terekam membawa dua tas: ransel merah di punggung dan tas jinjing biru yang diduga berisi bahan peledak.
Sekitar pukul 12.02 WIB, FN terlihat melepas seragam dan berganti pakaian hitam-putih sambil menggendong senjata mainan. Di tangan kirinya diduga terdapat remote untuk meledakkan bom. Beberapa detik kemudian, kamera menangkap kilatan cahaya merah dari dalam masjid - momen ledakan pertama yang melukai puluhan siswa.
Dampak Jangka Panjang pada Korban
Belum setahun LH menempuh pendidikan SMA, masa depannya kini terancam. Akibat luka bakar parah, ia telah menjalani dua kali operasi termasuk cangkok kulit di RSIJ sebelum akhirnya dirujuk ke RSCM untuk perawatan lebih lanjut.
Andri, ayah LH, mengungkapkan kekhawatiran tentang jaminan perawatan medis jangka panjang dari pemerintah. Ia juga cemas akan masa depan anaknya yang bisa terganggu akibat luka fisik dan trauma psikologis yang diderita.
Ancaman Ekstremisme Baru di Kalangan Remaja
Kasus SMAN 72 mengungkap pola baru ancaman ekstremisme di kalangan muda Indonesia. Berbeda dengan jaringan teroris berbasis agama seperti JI atau JAD, ancaman baru ini lebih cair - tanpa doktrin agama yang jelas, tanpa struktur organisasi, dan tanpa proses rekrutmen formal.
Artikel Terkait
Serangan Rusia Hancurkan TK di Ukraina, 5 Tewas dan Kapal Gas Turki Terbakar
Gempa Bandung Hari Ini: Pusat Gempa 22 Km Barat Daya, Getaran Terasa Hingga MMI III
Risiko Longsor Tertinggi di Jateng: Data BNPB Sebut Banjarnegara & Cilacap Paling Rawan
Kunjungan Kerja Menko Kumham Yusril Ihza Mahendra ke Jepang Perkuat Kerja Sama Bilateral