Ada Pertanyaan Penyidik Yang Bikin Rismon Terasa Menyakitkan: Kok Sampai Segini Kali Indonesia Pak Prabowo?!

- Rabu, 28 Mei 2025 | 13:50 WIB
Ada Pertanyaan Penyidik Yang Bikin Rismon Terasa Menyakitkan: Kok Sampai Segini Kali Indonesia Pak Prabowo?!




MURIANETWORK.COM - Polda Metro Jaya sudah memeriksa ahli digital forensik Rismon Sianipar terkait kasus dugaan ijazah palsu Presiden RI ke-7 Joko Widodo atau Jokowi, pada Senin, 25 Mei 2025. Penyidik mencecar Rismon dengan lebih dari 90 pertanyaan.


Rismon mengaku ada pertanyaan yang menyakitkan dan menyedihkan dari penyidik Polda Metro Jaya. 


"Dan, yang paling menyakitkan dan menyedihkan buat saya, bukan untuk pribadi saya. Tapi, ada pertanyaan yang paling menyakitkan," kata Rismon dalam podcast YouTube Refly Harun yang dikutip pada Selasa, 27 Mei 2025.


Menurut dia, pertanyaan dari penyidik soal hak otoritas itu dinilai menyakitkan bagi peneliti secara general. 


"Bagi peneliti secara general gitu, bagi bangsa kita gitu. Ditanyakan atas dasar otoritas, hak apa Anda meneliti ijazah yang di-upload oleh Dian Sandi Utama," tutur Rismon.


"Itu saya sedih. Dalam hati gitu bang. Gak saya jawab," lanjut Rismon.


Dia merasa sedih ditanya soal otoritas hak meneliti keaslian ijazah Jokowi dari unggahan media sosial politikus PSI Dian Sandi Utama.


"Kok peneliti harus memiliki izin atau otoritas dari lembaga kepolisian ya. Untuk meneliti apapun yang dia teliti. Ini aduh, sedih sekali saya potret Indonesia zaman ini," ujar Rismon.


Rismon pun menyebut nama Presiden RI Prabowo Subianto buntut pertanyaan penyidik itu.


"Pak Prabowo Subianto, apakah di Indonesia sekarang saat ini? Peneliti itu harus meminta izin dari misalnya saya mau meneliti ini, saya harus minta izin gitu ke siapa?" lanjut Rismon.


"Padahal, kita kan ingin sebenarnya menjawab pertanyaan publik. Benar gak yang di-upload Dian Sandi itu ijazahnya Jokowi asli?" ujar Rismon.


Rismon mengaku tak menjawab pernyataan penyidik itu karena dinilai tak relevan. 


Dia hanya menjawab pernyaaan penyidik bahwa penelitiannya dilakukan dengan metode Error Level Analysis (ELA) dan deepfakes probalility.


"Saya tidak jawab karena tidak relevan dengan apa locus dan delicti," tuturnya.


Dia bilang saat dicecar, penyidik yang memeriksanya memberikan opsi bersedia menjawab atau keberatan tak mau menjawab.


Saat jeda pemeriksaan, Rismon berpikir kembali soal pertanyaan dari penyidik tersebut. Ia bergumam dengan menyindir kondisi Indonesia saat ini.


"Setelah istirahat, saya berpikir bagaimana Indonesia ini harus minta izin untuk apa yang diteliti. Gitu loh bang," tuturnya.


"Kok, sampai segini kali Indonesia, Pak Prabowo. Harus diatur-atur, harus izin, harus ada otoritas dari lembaga apapun," sebut Rismon.


Lebih lanjut, ia bilang peneliti itu mesti independen. 


"Peneliti itu harus independen. Pertanyannya gak relevan ditanyakan oleh polisi seolah-olah kita butuh otoritas lembaga untuk meneliti apapun. Apakah ada?" tutur Rismon.


Sumber: VIVA

Komentar