Faktor lain yang menekan harga adalah pelemahan permintaan. Laporan dari JPMorgan menunjukkan bahwa pertumbuhan permintaan minyak global sepanjang tahun hingga 4 November hanya sebesar 850.000 barel per hari, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 900.000 barel per hari.
Kondisi Pasar Minyak AS
Di Amerika Serikat, laporan dari Badan Informasi Energi (EIA) menyebutkan bahwa stok minyak mentah AS naik signifikan sebesar 5,2 juta barel. Rendahnya tingkat operasi kilang AS turut memperburuk sentimen, menunjukkan permintaan domestik yang tidak kuat.
Langkah Arab Saudi dan Proyeksi Harga Minyak
Menanggapi pasar yang jenuh, Arab Saudi sebagai pengekspor minyak utama dunia secara mengejutkan memotong harga minyak mentahnya untuk pembeli di Asia pada bulan Desember. Langkah ini semakin mengonfirmasi kondisi pasar yang dipenuhi pasokan.
Capital Economics memberikan proyeksi yang cukup pesimis, memperkirakan tekanan penurunan harga akan berlanjut. Mereka memproyeksikan harga minyak bisa berada di level USD 60 per barel pada akhir 2025 dan turun lebih jauh ke USD 50 per barel pada akhir 2026.
Faktor Penahan Kerugian yang Lebih Dalam
Meski didominasi sentimen negatif, ada faktor yang sedikit menahan laju penurunan. Sanksi terbaru yang dikenakan pada perusahaan minyak terbesar Rusia beberapa waktu lalu memicu kekhawatiran akan adanya gangguan pasokan di tengah meningkatnya produksi dari OPEC dan sekutunya.
Artikel Terkait
Adaro Tembus 52 Juta Ton Penjualan Batu Bara di Tengah Tekanan Pasar
Emas Tembus Rekor, Saham Tambang di BEI Ikut Melonjak
Indonesia-AS Sepakat, Prabowo dan Trump Bakal Teken Perjanjian Dagang Januari 2026
Perjanjian Dagang Indonesia-AS Ditargetkan Tuntas Pertengahan Januari 2026