Harga minyak mentah ditutup melemah tipis pada Rabu kemarin. Investor tampaknya masih menimbang-nimbang: bagaimana prospek ekonomi AS di satu sisi, dan ancaman gangguan pasokan dari dua kawasan rawan, Venezuela dan Rusia, di sisi lain.
Brent, patokan minyak global, merosot 14 sen ke level USD 62,24 per barel. Sementara itu, minyak AS West Texas Intermediate (WTI) hanya turun 3 sen, bertahan di angka USD 58,29. Penurunan ini terbilang kecil, cuma 0,2% dan 0,05% saja.
Padahal, kalau dilihat dari pergerakan sepekan terakhir, kedua kontrak ini sebenarnya sudah bangkit cukup signifikan. Sejak tanggal 16 Desember, harganya melonjak sekitar 6% sebuah pemulihan setelah sebelumnya terjun bebas ke level terendah dalam hampir lima tahun.
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi di pasar?
Menurut Tony Sycamore, analis dari IG, ada beberapa faktor yang berperan. "Apa yang kita saksikan sepanjang minggu ini adalah gabungan dari penyesuaian posisi di pasar yang sedang sepi, ditambah ketegangan geopolitik yang memanas, terutama soal blokade AS ke Venezuela," ujarnya.
"Sentimen positif juga dapat angin dari data PDB AS yang kuat yang dirilis kemarin malam," tambah Sycamore.
Data itu memang menunjukkan ekonomi AS tumbuh pesat di kuartal ketiga, yang tercepat dalam dua tahun terakhir. Konsumsi rumah tangga yang kuat dan ekspor yang melonjak jadi pendorong utamanya.
Artikel Terkait
Emas Antam Naik Rp 13 Ribu, Pajak Batangan Turun Jadi 0,25 Persen
Timah Satu-Satunya yang Bergerak di Pasar Komoditas yang Lesu
UMK Bekasi 2026 Tembus Rp6 Juta, Tertinggi di Jabar
Tiket Kereta Jarak Jauh Ludes Terjual, Tembus 2,5 Juta Penumpang