Fenomena ini oleh Bryan Oskar, Senior Market Analyst Nanovest, disebut sebagai konvergensi aset. Baginya, 2025 bukan cuma tahun pecahnya rekor harga.
"Hal ini membuktikan bahwa diversifikasi modern tak lagi harus memilih salah satu, melainkan menggabungkan keduanya untuk hasil yang lebih optimal," kata Bryan.
Dia menilai, ini adalah tahun di mana aset tradisional seperti emas dan saham, beriringan dengan aset digital macam Bitcoin dan saham terkait AI, sama-sama menuju puncak baru.
Memasuki 2026, peluang untuk melanjutkan tren bullish masih terbuka. Syaratnya, bank sentral dunia tetap melonggarkan kebijakan moneternya dan sektor teknologi-AI bisa mempertahankan momentum inovasi. Tapi, tentu ada catatan kehati-hatian. Valuasi saham AS, khususnya saham AI, sudah jauh melampaui puncak era dot-com tahun 2000 jika dilihat dari rasio P/E-nya. Ini memicu kekhawatiran bakal muncul gelembung atau AI Bubble. Ditambah lagi, bayang-bayang utang nasional Amerika yang menumpuk di atas USD38 triliun membuat emas tetap jadi safe-haven favorit dengan potensi cetak rekor baru lagi.
Bagaimana dengan kripto? Di akhir 2025, Bitcoin diperdagangkan sekitar USD100.000, terkoreksi dari puncaknya yang mendekati USD126.000. Kondisi ini diprediksi akan memasuki fase bear untuk jangka pendek. Meski begitu, minat institusional justru terus meningkat, salah satunya lewat strategi Digital Asset Treasury (DAT). Regulasi aset kripto yang semakin matang di AS dan Eropa, serta berpotensi diadopsi negara lain, menjadi angin segar untuk jangka panjang.
Jadi, tahun depan? Semua mata tertuju pada kebijakan bank sentral dan ketangguhan sektor teknologi. Akan seperti apa lanjutannya, kita lihat saja.
Artikel Terkait
KAI Angkut 63,6 Juta Ton Barang, Batu Bara Dominasi Pasokan Energi
Green Power Gelar RUPSLB Awal 2026, Diduga Kaitkan Deportasi Dirut
Bank Mandiri Salurkan 5.000 Paket Bantuan untuk Korban Bencana di Sumut
Gen Z dan Pemula Bisnis Bisa Raup Cuan di Musim Natal, Ini Peluangnya