Ada kabar baik dari neraca transaksi berjalan Indonesia. Bank Indonesia mencatat, triwulan III 2025 berakhir dengan surplus mencapai USD 4,0 miliar. Angka ini setara dengan 1,1% dari PDB atau kira-kira Rp 66,4 triliun. Cukup signifikan, mengingat triwulan sebelumnya justru defisit USD 2,7 miliar.
Lalu, apa yang mendorong perbaikan ini? Ternyata, surplus neraca perdagangan barang mengalami peningkatan, terutama didorong kinerja gemilang sektor nonmigas. Di sisi lain, defisit neraca jasa juga berhasil ditekan. Faktor utamanya? Gelombang kunjungan wisatawan mancanegara yang makin ramai.
Tak hanya itu, defisit neraca pendapatan primer pun turun. Penyebabnya sederhana: pembayaran imbal hasil untuk investor asing berkurang, seiring berakhirnya periode pembayaran dividen dan bunga. Namun begitu, ada catatan dari sektor migas. Defisitnya justru meningkat, sejalan dengan melambungnya harga minyak mentah dunia.
Yang menarik, di tengah tingginya ketidakpastian pasar global, kinerja transaksi modal dan finansial kita masih bisa dibilang terjaga. Investasi langsung tetap surplus, sebuah sinyal bahwa investor masih melihat prospek ekonomi domestik dengan optimis. Tapi, ceritanya berbeda untuk investasi portofolio. Di sini, tercatat defisit, terutama karena ada arus keluar modal asing dari surat utang. Investasi lainnya juga ikut defisit, didorong oleh pembayaran pinjaman swasta yang meningkat. Akumulasinya, transaksi modal dan finansial triwulan III 2025 ini mencatat defisit yang cukup dalam: USD 8,1 miliar.
Artikel Terkait
Apartemen Jakarta Mandek, Gen Z dan Milenial Ogah Beli
Akuisisi Master Print oleh Deep Source Ditargetkan Rampung Awal 2026
Hoaks Kantor Pusat DADA di Warung Kelontong Dibantah Tegas
BOGA Melonjak 25% Usai Kepemilikan Saham Beralih ke Tangan Baru