"Resepnya itu sudah turun temurun dari saya kecil. Saya coba-coba masak, cari resep sendiri ngikutin keluarga saya yang di Banjar. Akhirnya nemu takaran yang pas. Ya, banyak percobaannya lah resep ini."
Menurut sejumlah saksi, proses trial and error itu yang justru melahirkan keotentikan. Setiap sendok kuahnya adalah jembatan. Ia menghubungkan kita dengan kekayaan rempah Nusantara dan ketulusan tangan yang meraciknya.
Pada dasarnya, Soto Banjar lebih dari sekadar hidangan. Ia adalah penanda budaya, pengingat akan kehangatan sebuah keluarga dan warisan yang hidup. Jadi, lain kali Anda menikmatinya, entah di warung tenda atau restoran, coba resapi. Setiap suapan membawa kita pada perjalanan waktu, bertemu dengan generasi-generasi sebelumnya yang menjaga rasa ini tetap utuh.
Ini pengalaman yang patut dijaga. Agar "warisan dalam mangkuk" ini tetap bisa dinikmati, sama nikmatnya, oleh anak cucu kita nanti.
Mutya Andharesta Arbi, Ilmu Komunikasi 24
Artikel Terkait
Puncak Arus Balik Nataru Diprediksi Molor ke 4 Januari
Planetarium TIM Ludes, Tiket Habis Terjual Sebelum Tahun Baru
Jakarta Beristirahat: Sudirman hingga Senayan Sepi di Libur Panjang Natal
Riset Mengejutkan: Talenan Kayu Ternyata Lebih Ampuh Bunuh Bakteri