Namun begitu, ujian tak berhenti datang. Didin yang tegas pernah melaporkan anggotanya sendiri yang ketahuan menjual telur penyu. Ketegasan itu membuatnya dicap tak punya perasaan. Bahkan, ia semat terjerat intrik birokrasi ketika namanya dicatut dalam laporan keuangan fiktif. Dengan berani ia hadapi semua tuduhan itu, demi menjaga integritas kelompoknya.
Estafet di Ujung Pandemi
Waktu berlalu, lalu pandemi datang. Kesehatan Pak Didin menurun drastis akibat diabetes. Sang istri berjuang keras, merawat suami sekaligus menjaga penyu-penyu itu. Hingga di tahun 2020, sang pejuang itu akhirnya berpulang.
Kepergiannya membuat denyut nadi KPBL terhenti hampir dua tahun. Hingga suatu saat, Pak Kurdi yang sedang memotret di Madasari, berbincang dengan seorang pedagang.
"Dulu ada yang melestarikan penyu namanya Pak Didin. Sejak beliau meninggal, tidak ada lagi yang memperhatikan mereka," kata pedagang itu, tanpa tahu siapa lawan bicaranya.
Kalimat sederhana itu menghujam dalam. Pak Kurdi teringat mandat mertuanya. Ia teringat keringat dan perjuangannya. Akhirnya, di tahun 2022, ia memutuskan terjun sepenuhnya.
"Kalau saya cuma diem di bidang itu, cuma itu aja, ga kenal sama bidang lain," katanya. Ia mengubah KPBL menjadi Yayasan Raksa Bintana. Ilmu tentang penyu dan lingkungan ia serap dari tahun-tahun memperhatikan Pak Didin merawat mereka dengan penuh kasih.
Pelestarian yang Tulus, Tanpa Tarif
Sekarang, di bawah kendali Pak Kurdi, Raksa Bintana bergerak dengan prinsip yang jernih: kemanusiaan. Ia menolak mengomersialkan yayasan ini. Tak ada tarif masuk. Pengunjung, termasuk rombongan sekolah, hanya diminta menyumbang seikhlasnya.
"Selama penyu masih bisa makan, itu cukup," ujarnya tenang.
Trauma masa lalu terhadap birokrasi membuatnya memilih jalur mandiri. Tak berharap banyak pada bantuan pemerintah yang dulu mengecewakan. Ia lebih mengandalkan donasi sukarela atau kemitraan dengan pihak swasta yang tulus.
Dan menariknya, Pak Kurdi tak sepenuhnya meninggalkan jiwa seninya. Sampah plastik yang ia kumpulkan dari pantai, disulapnya menjadi karya seni. Kini, seni bukan cuma soal estetika. Itu adalah pesan nyata tentang betapa kotornya rumah penyu akibat ulah kita.
Dari seorang fotografer di balik lensa, kini ia jadi sutradara utama bagi kelangsungan hidup penyu di Batu Hiu. Melalui Raksa Bintana, Pak Kurdi membuktikan satu hal: warisan terbaik bukanlah harta benda, melainkan tanggung jawab untuk membuat alam tetap bisa bernapas.
Artikel Terkait
Helikopter Polri Menembus Banjir, Bantuan Turun dari Langit untuk Aceh Tamiang
Pengusaha Soroti Beban Ganda: UMP Jakarta Rp5,73 Juta dan Tarif Ekspor AS
Bulan Jadi Medan Perang Dingin Baru, Rusia dan AS Siapkan Reaktor Nuklir
Babe Haikal: Sertifikasi Halal 2026 Bukan Sekadar Urusan Label