Tujuan Di Balik Settingan Jokowi
Menurut analisis Hensa, tujuan utama dari settingan ini adalah untuk memastikan Gibran Rakabuming Raka tetap menjadi wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto pada Pilpres 2029, mewujudkan visi dua periode Prabowo-Gibran. Manuver ini dinilai diperlukan karena mulai bermunculan nama-nama potensial lain seperti Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang popularitasnya tengah naik menurut sejumlah survei.
Misi Budi Arie sebagai "Mata-mata"?
Dengan masuknya Budi Arie ke dalam Gerindra, Hensa menduga bahwa ia bisa berperan sebagai semacam "mata-mata" atau pengawas strategi bagi Jokowi di dalam dapur politik Prabowo. Hal ini untuk mengawal agenda dua periode Prabowo-Gibran dari dalam.
Tanggapan Enteng dari Dasco
Di sisi lain, respons dari Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, justru terlihat sangat enteng dan tidak terpancing. Saat menanggapi pernyataan Budi Arie, Dasco dengan santai menyatakan bahwa dirinya belum mendengar langsung permintaan tersebut dan akan menanggapinya nanti jika sudah mendengar langsung. Sikap ini dinilai Hensa sebagai langkah yang cerdas untuk tidak terjebak dalam strategi yang dibangun.
Pernyataan Awal Budi Arie
Pada Kongres III Projo, Budi Arie sebelumnya telah meminta izin kepada kadernya untuk kemungkinan dirinya berpartai, dan secara tidak langsung menyebut Gerindra sebagai tujuannya. Ia mengaku ingin mendukung agenda politik Presiden Prabowo ke depannya.
Kesiapan Gerindra Menyambut Relawan
Meski menanggapi enteng wacana masuknya Budi Arie, Dasco menyatakan kesiapan Gerindra untuk menerima gelombang besar relawan dari manapun. Partai tersebut akan mempertimbangkan dan mengakomodir aspirasi dari para calon kader yang ingin bergabung.
Artikel Terkait
Prabowo Ksatria Tanggung Utang Kereta Cepat Whoosh: Sikap Negarawan atau Beban Warisan?
Relawan Kesehatan Tuntut Pencabutan Perpres 82/2018, Sebut Ancam Nyawa Rakyat Miskin
Gibran Buka Suara Soal Usulan Soeharto & Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional
Gelar Pahlawan Nasional Soeharto: Rekonsiliasi atau Polemik?