Tapi semua aturan itu tampaknya tak banyak berarti.
"Ada kecenderungan koalisi atau konspirasi pejabat korup," jelas Kia. "Tangkap, hasilnya 'bagiro', dibagi paro. Makanya jangan heran kalau Ubedilah Badrun cs melaporkan Gibran, Kaesang, dan lain-lain. Itu A1 datanya."
Ia melanjutkan, instrumen hukum untuk memberantas korupsi sebenarnya sudah diperkuat. Sayangnya, hal itu tidak diimbangi dengan kesadaran dari para penegak hukum itu sendiri. Akar masalahnya, menurut dia, karena negara ini berwatak state crime pelaku kejahatan itu sendiri.
Namun begitu, Kia masih menyisipkan secercah harapan. Perubahan masih mungkin, asal ada kemauan politik yang kuat dari pucuk pimpinan.
"Kalau kepemimpinan politik hari ini berani menampilkan antitesa untuk mengubah watak kekuasaan yang sebelumnya, maka pemberantasan korupsi bukan utopia lagi," pungkasnya. "State corporate and economic crime itu harus dibenahi, harus dibongkar."
Artikel Terkait
Pratikno Bertamu ke Solo, Pertemuan Tertutup dengan Jokowi Picu Spekulasi
Negara Produksi Korupsi, Mimpi Bebas Korupsi 2026 Dinilai Ilusi
Pengamat: OTT KPK ke Jaksa Bukan Soal Politik, Tapi Pembersihan Internal
Keluhan Dino Patti Djalal Dinilai Tak Berbobot, Gerindra Soroti Prestasi Menlu Sugiono