Untuk pertama kalinya dalam lima tahun penuh konflik, Myanmar menggelar pemilihan umum. Tapi jangan dulu berharap banyak. Di mata banyak aktivis HAM, pemilu ini tak lebih dari sandiwara belaka sebuah 'pemilu palsu' yang dirancang untuk mengukuhkan kekuasaan.
Suasana di tempat pemungutan suara pada Senin (29/12/2025) terbilang sangat sepi. Cakupannya amat terbatas. Yang datang kebanyakan warga lanjut usia, sementara generasi muda tampaknya memilih untuk tidak hadir. Sebuah gambaran yang kontras dengan janji kembalinya demokrasi.
Kembalinya Demokrasi? Klaim Junta di Tengah Perang
Junta militer yang berkuasa memang menggembar-gemborkan momen ini. Menurut mereka, ini adalah langkah penting menuju normalitas demokratis, lima tahun setelah kudeta yang menggulingkan pemerintahan sipil dan memicu perang saudara berdarah.
Putaran pertama pemungutan suara yang rencananya terdiri dari tiga putaran dimulai Minggu (28/12/2025) pagi di wilayah-wilayah yang masih dikuasai tentara, seperti Yangon, Mandalay, dan Naypyidaw. Di ibu kota administratif itulah, Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing memberikan suaranya.
"Kami menjamin ini akan menjadi pemilihan yang bebas dan adil," tegasnya di hadapan para wartawan.
Dia menambahkan, "Ini diselenggarakan oleh militer, kami tidak bisa membiarkan nama kami tercoreng."
Artikel Terkait
1.392 Personel Dikerahkan Amankan Aksi Buruh di Patung Kuda
Bibit Siklon 96S Picu Cuaca Ekstrem di NTB, Warga Diminta Waspada
Kasus Korupsi Rp 2,7 Triliun di Konawe Utara Berakhir dengan SP3, KPK Sebut Bukti Tak Cukup
China Gelar Misi Keadilan 2025, Latihan Militer Besar-besaran di Sekitar Taiwan