Dari Duel Spiritual hingga Marsiada Pari: Lokakarya PKS MPR Telisik Perekat Sumut

- Minggu, 21 Desember 2025 | 11:40 WIB
Dari Duel Spiritual hingga Marsiada Pari: Lokakarya PKS MPR Telisik Perekat Sumut

Ia memaparkan, tradisi dan istilah lokal justru jadi perekat. Di Toba ada "marsiada pari" (gotong royong) dan "rambadia" (persaudaraan). Sementara di Karo, sapaan "mejuah-juah" mengandung harapan sehat dan sejahtera, dan "jambur" adalah ruang multifungsi untuk musyawarah.

Tifatul juga mengutip data BPS 2010. Komposisi etnis di Sumut didominasi Batak 44,75%, Jawa 33,41%, disusul Nias dan Melayu. Tapi ia mengingatkan, istilah "Batak" itu kompleks. "Orang Karo tidak mau disebut Batak. Jadi angka 44,75% itu beragam, ada Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, dan lainnya," paparnya.

Ia mengingatkan agar waspada terhadap suara-suara yang ingin memecah belah. "Kalau tak mampu mempersatukan, janganlah memecah belah," pungkasnya.

Sementara itu, Ratih Baiduri melihat Sumut sebagai "surga penelitian" keragaman etnis. Ia mencontohkan nama daerah Matsum di Medan yang berasal dari kata "maksum" (suci), karena dihuni orang Melayu yang memberikan tanah pada mereka yang masuk Islam.

Soal banyaknya etnis Jawa di Sumut, Ratih menjelaskan, mereka dibawa Belanda sebagai buruh perkebunan. "Orang-orang Jawa yang ada di Sumut ini enggan untuk kembali ke Jawa. Mereka sudah terlalu lama di sini. Bahkan tradisi dan bahasanya sudah berubah. Mereka dikenal sebagai pujakesuma, putra Jawa kelahiran Sumatera," urainya.

Ratih juga menyoroti prinsip kekerabatan seperti "dalihan na tolu" pada Batak Toba yang mirip dengan "tigo tungku sajarangan" di Minang. Prinsip gotong royong ini, katanya, mencegah potensi konflik berkembang. "Suku-suku di Sumut ini memelihara prinsip dasar saling menghormati perbedaan," simpulnya.

Sedangkan Syaad Afifuddin, sebagai sesepuh Karo, lebih banyak berbagi pengalaman empiris. Baginya, penguatan peran tokoh adat yang bersinergi dengan pemerintah adalah kunci menjaga persatuan dalam bingkai NKRI.

Lokakarya ini menegaskan satu hal: Sumut bisa jadi miniatur Indonesia. Berbagai suku dan agama bisa hidup damai. Tantangannya tetap ada, tapi dengan memupuk rasa hormat dan kearifan lokal, kohesi sebagai satu bangsa bisa terus direkatkan.


Halaman:

Komentar