Dengan gerobak dorongnya, Sumiati (65) masih setia berkeliling di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Perjalanan panjangnya sebagai penjual jamu keliling sudah dimulai sejak 1995. Bayangkan, dari tarif lima puluh rupiah per gelas, sambil membesarkan anak-anaknya yang masih kecil-kala itu.
"Dari tahun 1995, keliling dari tarikan Rp 50, anak-anakku masih kecil," kenangnya saat kami bertemu di Pancoran, suatu Sabtu di akhir November.
Yang menarik, Sumiati tetap mempertahankan cara tradisional dalam meracik jamunya. Rempah-rempah segar ia parut manual, bukan diblender. Hasilnya? Beragam jamu yang ia jual dengan bangga.
"Kunir asem, ini temulawak masih utuh soalnya biasanya ada yang minum, ini kosong, kunir asem, kunyit tawar, temulawak, beras kencur, pahitan, sirih, rebusan kulit manggis sama daun sirsak. Komplit," ujarnya sambil menunjukkan isi gerobaknya.
Meski usianya sudah senja, pelanggannya justru makin bertambah. Ia bersyukur. Ketekunannya selama puluhan tahun berjualan jamu bahkan berbuah manis: bisa menunaikan ibadah umrah tahun lalu.
"Tapi sekarang udah tua, makin ke sini langganan makin banyak. Tapi kan aku udah tua, tapi alhamdulilah aku udah bisa umrah. Tahun kemarin itu habis lebaran," cerita wanita asal Boyolali, Jawa Tengah ini.
"Alhamdulilah itu kan kita pengen, biarpun aku sebatang kara di Boyolali nggak ada yang antar, nggak ada siapa-siapa, aku niat ku pengen ke sana gitu. Kan gitu kan, kalau ada niat Allah melindungi," tambahnya dengan mata berbinar.
Artikel Terkait
Gus Ipul Resmikan Pengurus Baru Karang Taruna, Fokuskan pada Pemberdayaan Ekonomi
Debu Proyek Perumahan di Depok Picu Wabah ISPA pada Anak
Gus Ipul Serukan Jihad Data kepada Karang Taruna
Cak Imin Pilih Diam, Menanti Keputusan MK Soal Gugatan Pemberhentian Anggota DPR