Masa Depan Berkelanjutan: Belajar dari Kearifan Huma Betang Suku Dayak
Krisis ekonomi global terus menciptakan ketidakpastian dengan meningkatnya biaya hidup dan pengangguran. Perkembangan teknologi dan ketegangan geopolitik memperdalam kekhawatiran tentang masa depan generasi mendatang. Dalam situasi ini, banyak yang bertanya: Bagaimana kita bisa menciptakan dunia yang layak untuk anak cucu kita?
SDGs dan Tantangan Global yang Berkelanjutan
Sebagai respons terhadap tantangan ini, para pemimpin dunia menetapkan Sustainable Development Goals (SDGs) melalui PBB pada tahun 2015. Kerangka kerja ini mencakup 17 tujuan yang bertujuan menciptakan keseimbangan antara keadilan sosial, kesehatan ekologis, dan kemakmuran ekonomi.
Konsep tiga pilar keberlanjutan ini dikenal sebagai Triple Bottom Line. Namun, laporan terbaru menunjukkan bahwa setelah satu dekade implementasi, berbagai target masih jauh dari tercapai. Masih ada jutaan orang yang menghadapi kelaparan dan keterbatasan akses air bersih serta sanitasi.
Huma Betang: Falsafah Keberlanjutan Nusantara yang Abadi
Sementara dunia mencari solusi, Indonesia telah lama memiliki kearifan lokal yang mengedepankan harmoni antara manusia, alam, dan kemakmuran. Falsafah Huma Betang dari masyarakat Dayak menjadi bukti nyata bahwa prinsip-prinsip keberlanjutan telah dipraktikkan selama ribuan tahun di Nusantara.
Arsitektur Komunal yang Mempersatukan
Huma Betang merupakan rumah adat tradisional Suku Dayak yang berbentuk memanjang dan menampung puluhan keluarga dengan berbagai latar belakang. Struktur ini dirancang untuk mendorong interaksi intensif dan membentuk nilai-nilai komunal yang kuat di antara penghuninya.
Artikel Terkait
Mampukah Asia Tenggara Capai Netralitas Karbon 2050? Fakta & Tantangannya
Mobil BNI Terbakar di Polewali Mandar, Uang Rp 4,2 Miliar Hangus
Fiksioner dan Pola Pikir Bavarian: Ancaman Nyata bagi UMKM & Koperasi Indonesia?
Pentingnya Pendidikan Karakter di PAUD Menurut Selvi Ananda, Istri Wapres Gibran