Risiko Politik Dendam yang Tak Berujung
Habelino juga menilai bahwa apabila alasan penolakan gelar pahlawan didasarkan pada pengalaman atau trauma keluarga Soekarno, bangsa ini berisiko terjebak dalam politik dendam yang tak berujung.
"Kalau luka pribadi dijadikan dasar kebijakan nasional, maka bukan sedang membangun sejarah, tetapi mengurungnya dalam dinding emosi. Padahal, tugas pemimpin itu merawat ingatan, bukan memelihara dendam," katanya.
Simbol Kebesaran Bangsa Indonesia
Lebih jauh, Habelino menilai pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto justru bisa menjadi simbol kebesaran bangsa yang mampu menilai sejarah dengan hati lapang dan objektif.
"Mengakui jasa Soeharto bukan berarti menutup mata pada kesalahan masa lalu. Itu justru menunjukkan bahwa bangsa ini sudah dewasa dan mampu melihat sejarah sebagai guru, bukan musuh," ujarnya.
Sikap Negarawan dalam Menghormati Sejarah
Habelino menegaskan bahwa sikap negarawan tidak diukur dari keberpihakan terhadap satu masa, melainkan dari kemampuan untuk menghormati semua fase perjalanan bangsa.
"Bangsa ini tidak akan pernah maju kalau terus menolak berdamai dengan masa lalu. Saatnya menatap ke depan, bukan terus-menerus menoleh ke belakang dengan luka yang sama," tutup Habelino.
Artikel Terkait
Air: Rahmat yang Menggugat Kesombongan Peradaban
Jet Pribadi Jatuh di Ankara, Kepala Staf Militer Libya Tewas dalam Misi Resmi
Tahun Baru Tanpa Gemerlap: Langit Malam 2026 Didedikasikan untuk Doa dan Empati
Jet Pribadi Pejabat Militer Libya Hilang Kontak di Langit Turki