Argumentasi bahwa pemberian gelar pahlawan merupakan bentuk rekonsiliasi nasional perlu dikaji ulang. Rekonsiliasi sejati harus dimulai dengan pengakuan kebenaran dan pertanggungjawaban, bukan dengan melupakan atau memutihkan sejarah kelam. Contoh proses truth and reconciliation di Afrika Selatan menunjukkan bahwa rekonsiliasi harus melalui pengakuan terhadap fakta sejarah.
Di Indonesia, upaya rekonsiliasi seringkali diartikan sebagai pelupaan sejarah. Generasi muda hanya mengenal narasi pembangunan ekonomi era Soeharto tanpa memahami konteks represi politik dan pembungkaman kebebasan yang terjadi. Penolakan gelar pahlawan untuk Soeharto merupakan upaya menjaga agar generasi baru tidak buta sejarah bangsa sendiri.
Pahlawan Sejati dan Makna Pengorbanan
Indonesia memiliki banyak sosok yang lebih pantas disebut pahlawan sejati. Mereka seperti Marsinah yang memperjuangkan hak buruh, Wiji Thukul yang berani bersuara melalui puisi, atau para mahasiswa dan aktivis reformasi yang gugur menuntut keadilan. Mereka mewakili nilai-nilai kepahlawanan sejati: keberanian melawan ketidakadilan dan pengorbanan tanpa pamrih.
Konstitusi Indonesia mengamanatkan negara untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia. Melupakan pelanggaran HAM berat berarti mengingkari amanat konstitusi. Pahlawan sejati tidak membutuhkan gelar, karena pengakuan moral tidak bisa dibeli atau diwariskan melalui keputusan politik.
Kesimpulan: Menolak Lupa sebagai Bentuk Tanggung Jawab Moral
Penolakan terhadap gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto bukan sekadar perdebatan politik, tetapi ujian moral bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang berani menatap sejarahnya dengan jujur, bukan menghapus atau memutihkan masa lalu. Memberikan gelar pahlawan tanpa penyelesaian pelanggaran HAM berarti melegalkan pelupaan sebagai kebijakan negara.
Dalam perspektif hukum dan moral, menolak Soeharto sebagai pahlawan berarti menegaskan komitmen terhadap prinsip non-impunity bahwa pelanggaran HAM tidak boleh dimaafkan tanpa keadilan. Ini adalah bentuk tanggung jawab moral untuk memastikan hukum berpihak pada korban, bukan pada pelaku. Sejarah mengajarkan bahwa melupakan berarti mengulang, dan bangsa yang memilih lupa sedang berjalan menuju kegelapan sejarahnya sendiri.
Artikel Terkait
Menginap di Masjid Jogokariyan Yogyakarta: Hotel Syariah & Fasilitas 24 Jam
Calo Taruna Akpol Diringkus, 4 Tersangka Terancam 4 Tahun Bui dan Rugikan Korban Rp 2,6 Miliar
Kecelakaan KA Bangunkarta Tewaskan 3 Orang: Palang Pintu Diduga Tidak Menutup
6 Langkah Personal Branding untuk Gen Z Palembang di Era AI