Menguak Resolusi Jihad & Fakta di Balik Hari Santri 22 Oktober yang Tak Banyak Diketahui

- Sabtu, 25 Oktober 2025 | 16:50 WIB
Menguak Resolusi Jihad & Fakta di Balik Hari Santri 22 Oktober yang Tak Banyak Diketahui

Hari Santri juga berfungsi sebagai momentum reflektif bagi pesantren untuk terus beradaptasi dan berinovasi. Nilai-nilai dasar seperti kesederhanaan, kemandirian, kedalaman spiritual, dan adab menjadi bekal tak ternilai di tengah disrupsi teknologi dan globalisasi. Namun, tantangan internal seperti modernisasi institusi dan pola relasi sosial perlu mendapat perhatian serius.

Pertanyaan kritis yang muncul adalah: Apakah infrastruktur dan keamanan pesantren telah memadai? Apakah kurikulumnya telah memampukan santri bersaing global di bidang sains dan teknologi tanpa kehilangan spiritualitas dan akhlak?

Membedakan Adab dan Feodalisme di Lingkungan Pesantren

Salah satu kritik konstruktif yang mengemuka adalah potensi praktik feodalisme di lingkungan pesantren. Feodalisme, yang didasarkan pada kekuasaan mutlak dan hak waris keturunan, harus dibedakan secara tegas dari konsep adab kepada guru. Adab adalah tradisi keilmuan Islam yang mengajarkan kerendahan hati sebagai kunci keberkahan ilmu. Sementara feodalisme adalah praktik kekuasaan yang mengeksploitasi dan menutup ruang kritik sehat.

Fenomena ini muncul ketika otoritas Kiai, yang seharusnya berbasis pada ilmu dan akhlak, disempitkan menjadi hak istimewa keturunan. Momentum Hari Santri harus menegaskan kembali bahwa pesantren adalah sistem pendidikan berbasis ilmu dan adab, bukan feodalisme.

Kesimpulan: Menjaga Marwah Pesantren di Era Globalisasi

Hari Santri Nasional adalah pengakuan sekaligus tantangan. Kritik konstruktif, termasuk terhadap isu feodalisme, harus disambut terbuka untuk menjaga marwah pesantren. Tujuannya adalah memastikan pesantren tetap menjadi lembaga yang mencetak generasi teguh dalam tradisi keislaman, cemerlang dalam ilmu, dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa di era globalisasi.


Halaman:

Komentar