Jokowi, mantan Presiden RI, mengungkapkan dirinya tak diajak bicara, apalagi dimintakan pertimbangan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan pengampunan terhadap dua lawan politiknya dulu: Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto.
Itu setelah pemerintah dan DPR menyatakan akan mengabolisi tuntutan serta putusan hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, serta amnesti bagi Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Kamis (31/7) malam.
Jokowi mengaku tidak dimintai pertimbangan atau diajak bicara oleh Presiden Prabowo Subianto mengenai kedua isu krusial tersebut.
Pengakuan ini menjadi sinyal penting tentang bagaimana proses pengambilan keputusan strategis berjalan di bawah kepemimpinan baru.
Saat dikonfirmasi oleh awak media mengenai potensi keterlibatannya pada Jumat (1/8/2025), Jokowi dengan singkat dan tegas menampik adanya komunikasi dengan Prabowo terkait hal itu.
"Belum-belum. Ndak ada (pembicaraan abolisi dan amnesti)," kata Jokowi.
Pernyataan ini sontak memantik berbagai interpretasi di kalangan pengamat politik.
Namun, Jokowi seolah menyadari potensi spekulasi kerenggangan hubungan dengan penerusnya itu.
Ia buru-buru menambahkan konteks yang menggambarkan kedekatan personal yang masih terjalin erat antara dirinya dan Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.
Jokowi membeberkan pertemuan hangat yang baru saja terjadi, jauh dari sorotan kamera dan agenda kenegaraan.
"Baru saja ke rumah, kita ngebakmi bareng di Mbah Citro, sampai jam 12 malam," jelasnya.
Jokowi merinci bahwa pertemuan yang diisi dengan santap bakmi itu berlangsung pada malam hari, sebelum perhelatan Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Minggu, 20 Juli 2025.
Dalam suasana santai hingga larut malam itu, ia memastikan isu abolisi dan amnesti sama sekali tidak tersentuh.
Sebaliknya, fokus pembicaraan mereka adalah mengenai dinamika partai berlambang mawar tersebut.
"Bicaranya soal PSI kemarin," ujarnya.
Meskipun mengaku tidak dilibatkan dalam wacana spesifik untuk Tom Lembong dan Hasto, Jokowi pada kesempatan sebelumnya pernah angkat bicara mengenai substansi abolisi dan amnesti itu sendiri.
Menurutnya, keputusan semacam itu merupakan kewenangan penuh yang melekat pada seorang presiden, sebuah hak istimewa yang dijamin oleh konstitusi.
"Itu adalah hak prerogatif, itu adalah hak istimewa presiden yang diberikan oleh undang-undang dasar kita dan kita menghormati," jelas Jokowi.
Landasan hukum mengenai hak prerogatif presiden ini tertuang jelas dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945.
Secara spesifik, mengenai amnesti dan abolisi, Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan secara eksplisit: "Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat."
Artinya, walau menjadi hak prerogatif presiden, langkah tersebut tetap memerlukan mekanisme konsultasi formal dengan lembaga legislatif.
Lebih lanjut, Jokowi meyakini bahwa setiap keputusan besar yang diambil oleh seorang kepala negara, termasuk oleh Prabowo, pastinya telah melalui proses kalkulasi yang matang dari berbagai sudut pandang.
Pertimbangan tersebut tidak hanya berhenti pada aspek hukum semata, tetapi juga mencakup lanskap politik dan dampak sosial yang lebih luas.
"Ya, semuanya yang namanya pemerintah, presiden pasti memiliki pertimbangan-pertimbangan politik, pertimbangan-pertimbangan sisi hukum, pertimbangan-pertimbangan sosial politik. Saya kira semuanya pasti menjadi pertimbangan," jelasnya.
Sumber: suara
Foto: Presiden ke-7 Jokowi/Net
Artikel Terkait
Cuma Dipenjara Tak Bikin Jera, Eks Bos PPATK Ungkap 5 Jurus Ampuh Miskinkan Koruptor
Ngamuk di Ruang Sidang, Nikita Mirzani Terancam Bui dan Denda Puluhan Juta?
Hasto Terharu, Satgas Cakra Buana Sambut dengan Dua Galon Berisi Uang Koin, Apa Maksudnya?
Ini Pesan Anies di Malam Kebebasan Tom Lembong