Gibran Sedang Disingkirkan Perlahan Nyaris Tanpa Suara Akan Membeku Dengan Sendirinya

- Jumat, 01 Agustus 2025 | 17:15 WIB
Gibran Sedang Disingkirkan Perlahan Nyaris Tanpa Suara Akan Membeku Dengan Sendirinya


'Gibran Sedang Disingkirkan Perlahan Nyaris Tanpa Suara Akan Membeku Dengan Sendirinya'


Koordinator Kajian Politik Merah Putih Sutoyo Abadi mengatakan pemerintahan Prabowo akan dijadikan panggung strategis bagi Jokowi untuk tetap mempertahankan kekuatan politiknya. 


Karena merasa memiliki saham sangat besar untuk naiknya Prabowo Subianto ke RI. 1.


Bahkan telah lama beredar informasi kalau memungkinkan Presiden Prabowo Subianto cukup dua tahun untuk segera digantikan Gibran yang saat ini sebagai wakil Presiden.


“Jokowi sejak awal sangat percaya diri bahwa posisi Gibran ( si anak ingusan ) akan berjalan aman tanpa gangguan. Yakin betul oligarki akan  memback up sepenuhnya sebagai pengganti peran bonekanya,” kata Sutoyo dalam keterangannya diterima redaksi, Selasa 1/8/2025.


“Lagi-lagi di luar dugaan selama satu tahun dalam posisinya Gibran yang memang sama sekali tidak memiliki kualifikasi apapun untuk jabatan setinggi Wakil Presiden, muncul tuntutan rakyat, Gibran harus dituru atas kemauannya sendiri atau  tempat paksa harus diturunkan dengan paksa,” sambungnya.


Bahkan kata Sutoyo, FPP TNI terang-terangan meminta Gibran harus diturunkan atau di ganti, terlalu mahal mempertahankan Gibran ( si anak haram konstitusi ) hasil rekayasa Jokowi sebagai Wakil Presiden.


“Kondisi tersebut sebenarnya telah direspon Presiden Prabowo Subianto ada upaya mengisolasi Gibran,” ujarnya.


Tanda-tanda Gibran diisolasi sangat mudah terbaca:


– Saat Presiden Prancis Emmanuel Macron berkunjung ke Indonesia. Gibran  “diungsikan” ke Ibu Kota Nusantara untuk meninjau proyek pembangunan, sendirian, tanpa liputan media dari sorotan nasional atau internasional.


– Saat berlangsung acara peresmian pabrik baterai milik perusahaan Korea Selatan. Dalam susunan acara resmi, nama Gibran awalnya tercantum sebagai salah satu tokoh yang akan hadir dan memberi sambutan. Namun, pada hari pelaksanaan, secara mengejutkan posisinya digantikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).


– Saat delegasi tingkat tinggi dari Rusia melakukan kunjungan resmi ke Indonesia, Gibran kembali tidak terlihat.  Posisi tersebut diberikan kepada Menteri Luar Negeri.


– Saat pertemuan dengan Elon Musk sosok yang selama masa kampanye begitu dielu-elukan oleh Gibran, bahkan disebut-sebut sebagai lambang kemajuan dan inovasi. Namun, ketika momen penting itu benar-benar terjadi, Gibran tidak dilibatkan maupun muncul dalam pemberitaan.


– Saat pelantikan pejabat tinggi negara berlangsung, Gibran ditempatkan di barisan keempat di belakang tokoh-tokoh seperti Ketua DPR, Ketua MPR, dan Panglima TNI. Dalam konteks simbolis kekuasaan, pengaturan tempat duduk bisa berbicara lebih keras daripada kata-kata. LP


– Dalam berbagai forum internasional dan agenda besar kenegaraan seperti KTT ASEAN, Forum Investasi Global di Bali, serta pertemuan penting dengan lembaga finansial dunia seperti IMF dan Bank Dunia, pola isolasi Gibran tampak semakin gamblang.


– Di Forum Investasi Global yang digelar di Bali sebuah ajang prestisius yang mempertemukan pemimpin-pemimpin bisnis dan pejabat tinggi dari seluruh dunia kehadiran Gibran nyaris tak terasa. Ia memang datang, tetapi hanya untuk satu sesi: makan malam.


– Pada momen sakral yang berkaitan langsung dengan jati diri bangsa peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni Gibran kembali tampak terpinggirkan. Acara tersebut dihadiri sejumlah tokoh penting, termasuk Megawati Soekarnoputri yang duduk di posisi simbolik kebangsaan. Gibran di isolasi tidak sebagai bagian dari lingkaran sentral. Ia hadir, tetapi seperti diasingkan secara simbolik di antara para pemilik narasi ideologis bangsa.


– Saat dunia memberi penghormatan terakhir kepada Paus yang wafat, Prabowo sebagai kepala negara tentu diundang secara resmi untuk menghadiri upacara pemakaman. Prabowo justru menunjuk ayah Gibran sendiri, Joko Widodo, sebagai utusan khusus. Sebuah keputusan yang mengandung banyak makna tersembunyi.


– Saat pelepasan Perdana Menteri Tiongkok di bandara sebuah prosesi diplomatik yang biasanya dihadiri langsung oleh Presiden atau Wakil Presiden posisi Gibran kembali digantikan Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono. Pergantian ini  simbolis: Gibran tak lagi dianggap representatif untuk urusan hubungan bilateral tingkat tinggi.


– Ketika dalam rapat kerja nasional partai koalisi ajang strategis yang semestinya menjadi wadah konsolidasi kekuatan dan penyusunan arah politik, Gibran hanya diminta untuk membuka acara dengan membacakan doa.


– Saat  Presiden Prabowo dijadwalkan bertemu dengan Presiden Turki, –  Tayyip Erdoğan, seorang staf istana yang masih mengira Gibran adalah bagian dari lingkaran dalam bertanya dengan polos, “Apakah Gibran akan diajak serta?” Jawaban Prabowo dilaporkan singkat, tajam, dan nyaris dingin: “Turki itu negara besar, jangan mempermalukan kita.”.


“Jokowi dipastikan mengetahui dan merasakan telah terjadi proses isolasi, bahwa Gibran bukan bagian dari wajah diplomasi Indonesia,” jelas Sutoyo.


Kumpulan peristiwa tersebut lanjut Sutoyo bukan sekadar catatan harian protokoler, keadaan semakin sulit dibantah, Gibran  sedang diisolasi dengan cara yang sistematis, perlahan, dan senyap.


Menurutnya pola isolasi Ia kadang diundang, lalu batal secara sepihak. 


Kadang digantikan oleh menteri lain dan bahkan dalam beberapa kasus dikirim menghadiri agenda yang tidak setara secara politik.


“Sebuah pengasingan dalam sunyi inilah dari serangkaian kejadian tersebut , publik mulai menangkap pola Gibran tak hanya sedang “tidak dilibatkan”, tapi perlahan-lahan sedang “dipindahkan” dari inti kekuasaan menuju pinggir selokan,” terang Sutoyo.


Dikemukakan  Sutoyo di tengah sorotan publik yang kian tajam, Gibran Rakabuming Raka, akan diperankan hanya sebagai Wakil Presiden Kosmetik ornamen politik. 


Sekedar ada nyaris tak berfungsi. Seolah-olah kehadirannya hanya untuk melengkapi formasi, bukan untuk mengambil peran dalam pementasan.


“Sekelas Gibran tak akan sadar bahwa dirinya sedang diisolasi dari peta pengaruh. Bahkan mungkin gembira bisa bermain main di halaman Istana Wapres,” jelasnya.


Sutoyo menilai miris, yang membuat situasi ini kian menggelitik adalah reaksi Gibran sendiri. 


Dalam beberapa kesempatan di forum publik, ucapannya justru memunculkan sifat kekanak-kanakan. 


Ia pernah berbicara soal makanan kucing atau menceritakan hobinya bermain layangan di sela agenda kabinet.


“Apakah karena alasan diatas Prabowo Subianto belum mau menerima FPP TNI yang mengusulkan pemakzulan Gibran karena Prabowo sedang dalam bergerak dalam senyap,” tanya Sutoyo tajam.


“Bisa jadi Presiden Prabowo sedang menggunakan  pendekatan khas militer: isolasi dalam keramaian, “Jika tidak bisa diberhentikan, maka singkirkan perlahan-lahan.”  katanya.


Namun kata Sutoyo bdi pernyataan terakhirnya, solusi menurunkan Gibran terpulang pada Presiden Prabowo Subianto, memang ada dua pilihan, “turunkan sesuai jalur konstitusi yang berlaku atau mengisolasi, menggeser peran dan fungsinya  perlahan nyaris tanpa suara, membeku dengan sendirinya”


Sumber: JakartaSatu

Komentar