Dua kursi plastik dan sebuah kompor kecil. Itulah pemandangan di teras rumah kos sederhana di Jalan Dupak Masigit, Surabaya. Di situlah Alfarisi bin Rikosen, pemuda 21 tahun asal Sampang, Madura, dan kakaknya memulai hari. Mereka menyeduh kopi, menyiapkan penganan sederhana. Warung kopi itulah nafas mereka, sumber recehan untuk bertahan di kota besar. Mimpi Alfarisi sederhana: hidup layak. Aroma kopi pagi adalah ritualnya, sebelum segalanya berubah di suatu September.
Namun begitu, kehidupan di teras itu terpotong pada 9 September 2024. Sekitar pukul sebelas pagi, Alfarisi ditangkap di tempat tinggalnya sendiri. Ia didakwa dengan pasal-pasal berat terkait senjata api. Dari teras rumah kos, perjalanannya berlanjut ke sel di Polrestabes Surabaya, lalu akhirnya berlabuh di Rumah Tahanan Kelas I Medaeng. Sidangnya? Baru akan digelar jauh di depan, pada 5 Januari 2026. Ia masih berstatus terdakwa, belum terbukti bersalah, menunggu di balik tembok beton.
Selama lebih dari setahun dalam tahanan, tubuhnya menyusut drastis. Keluarga dan penasihat hukumnya memperkirakan penurunan berat badannya bisa mencapai 30 hingga 40 kilogram. Bayangkan, seorang pemuda berusia 21 tahun berubah menjadi ringkih. Penurunan fisik yang ekstrem itu seperti bahasa tubuh yang bisu, sebuah protes keras tentang apa yang terjadi di dalam. Ia seharusnya dilindungi hak kesehatannya, sesuai standar perlakuan terhadap narapidana. Di Medaeng, tubuhnya justru bercerita lain.
Kunjungan Terakhir dan Keheningan Pagi
Keluarga masih sempat menjenguk pada 24 Desember 2025. Saat itu, Alfarisi terlihat lelah, tapi tak mengeluh sakit serius. Enam hari kemudian, nasib mengambil langkah cepat.
Menurut keterangan rekan satu sel, pada Selasa pagi 30 Desember 2025, sekitar pukul enam, keheningan selnya pecah. Alfarisi mengalami kejang-kejang sebelum akhirnya meninggal dunia.
Pukul 08.30 WIB, kabar duka itu sampai ke telinga aktivis KontraS Surabaya dan keluarganya. Jenazahnya kemudian dipulangkan ke Sampang, Madura, untuk dimakamkan. Ia pergi sebelum vonis, sebelum kebebasan, bahkan sebelum sidang pertamanya dimulai.
Artikel Terkait
Kecelakaan Maut di Tol Krapyak: STNK dan SIM Sopir Bus Dipertanyakan
Titi Anggraini Bongkar Dalih di Balik Wacana Pilkada Lewat DPRD
ETLE Jadi Andalan Polda Metro Tekan Angka Laka Lantas yang Tembus 740 Jiwa
Selasa, Jumat, dan Minggu: Trio Hari yang Paling Sering Jadi Awal Tahun