✍🏻 Kardono Ano Setyorakhmadi
Ini sudah yang keempat. Empat partai politik besar mulai bersuara lantang, mendorong agar pemilihan kepala daerah dikembalikan saja ke tangan DPRD. Mirip sekali dengan mekanisme zaman Orde Baru dulu. Rasanya seperti deja vu.
Nah, argumen yang dilontarkan Sugiono Sekjen Partai Gerindra yang juga Menlu itu sungguh terdengar normatif dan sopan. Tapi isinya, ya, begitu-begitu saja. Dia bilang, "Karena biaya kampanye mahal," lalu menambahkan, "toh sama aja kan esensinya, anggota DPR juga wakil rakyat."
Gak heran banyak yang menilai kinerjanya sebagai menteri luar negeri gagal. Argumennya terlalu generik, tidak menyentuh akar persoalan. Anomali terbesar sistem demokrasi kita justru luput: anggota DPR itu sejatinya wakil partai, bukan wakil rakyat. Siapa yang berani membantah? Coba tanya, lebih takut mana seorang anggota DPR: pada ketua partainya atau pada rakyat yang memilih? Jawabannya sudah jelas.
Di sisi lain, alasan sebenarnya tentu lebih pragmatis. Jika kepala daerah dipilih oleh DPRD, keuntungan terbesar ya kembali ke partai politik. Nanti, kepala daerah itu cuma jadi petugas partai, persis seperti anggota DPRD-nya. Kongkalikong bisa berjalan lebih tertutup. Calonnya pun gak perlu repot-repot turun ke bawah menemui rakyat. Cukup dengan lobi-lobi di tingkat internal partai, urusan beres.
Soal biaya kampanye? Memang, kampanye terbuka mungkin berkurang. Tapi "biaya lobi" justru bakal melonjak tinggi. Uangnya pun berputar cuma di kalangan politisi dan partai, bukan menyebar ke masyarakat bawah. Jadi, alasan sok mulia seperti "mengurangi biaya kampanye agar kepala daerah tidak korupsi" itu sama sekali tidak masuk akal. Coba saja mahar untuk rekomendasi partai dihapus, pasti lebih murah.
Artikel Terkait
Polda Kalbar Kejar Cukong di Balik Tambang Emas Ilegal
PKS Masih Timbang-timbang, Koalisi Sudah Sepakat Soal Pilkada Lewat DPRD
SIM Palsu Sopir Bus Krapyak Diungkap, 16 Nyawa Melayang
Sholawat Menggema di Tengah Perayaan Natal, Raiana Bakytovna Bikin Terpukau