Hakim Konstitusi Arief Hidayat tak sungkan menyampaikan kritik pedas. Dalam sebuah acara di Jakarta, ia mempertanyakan paradoks besar yang dialami negeri ini. Indonesia, negara dengan limpahan kekayaan alam dan matahari sepanjang tahun, nyatanya masih bergulat dengan kemiskinan dan jurang ketimpangan yang lebar.
Acara peluncuran buku dan talkshow Literasi Konstitusi 2025 itu jadi panggungnya. Di hadapan publik di Auditorium Perpusnas, pidato Arief mengalir lancar, namun penuh tanda tanya.
"Kenapa saya katakan Indonesia dikaruniai Tuhan berlebih?" ujarnya.
"Kita disinari matahari sepanjang tahun. Tidak semua negara dapat nikmat seperti ini. Tapi, kenapa kekayaan kita justru terasa sangat terbatas?"
Pertanyaan retoris itu menggantung. Menurutnya, keunggulan alamiah itu justru bertolak belakang dengan realita kesejahteraan rakyat. Ia bahkan menyentuh persoalan yang sangat fundamental: beban yang langsung menempel pada setiap kelahiran baru.
"Bayi yang lahir di Indonesia," kata Arief, "bisa langsung melekat padanya hutang yang harus dibayar berapa juta."
Nada suaranya terdengar getir. Sebagai pembanding, ia mengajak hadirin melihat ke belahan dunia lain. Negara-negara subtropis seperti Norwegia, yang hanya mendapat sinar matahari sedikit, justru punya tingkat kesejahteraan yang jauh lebih menggiurkan.
"Saudara-saudara kita di utara sana diberi Tuhan matahari sedikit. Tapi kenapa kekayaannya berlebih?"
Ia lalu menjelaskan kontras yang menyakitkan.
"Karena apa? Bayi yang dilahirkan di Norwegia sudah punya tabungan ribuan dolar. Sementara bayi yang lahir di Indonesia punya hutang jutaan rupiah. Luar biasa perbedaan ini."
Artikel Terkait
Prasetyo Hadi Dukung Larangan Petasan Tahun Baru, Ajak Warga Berempati ke Korban Bencana
Buruh Jakarta Kirim Sinyal Halus: Demo Kecil Hari Ini, Ancaman Besar Esok
Najib Razak Divonis 165 Tahun, Tapi Cuma 15 Tahun yang Harus Dijalani
Mimpi Fajar di Gaza: Laut Menelan Daratan yang Mengambang