Malam itu, di Aceh Tamiang, dentingan logam dan deru mesin masih terdengar meski gelap telah menyelimuti. Upaya pembersihan pascabanjir di sekitar Pondok Pesantren Darul Mukhlisin dan jalan nasional tak berhenti, meski hanya mengandalkan penerangan seadanya. Mereka terus bekerja, berjuang membuka akses-akses vital yang tersumbat oleh tumpukan lumpur, kayu, dan segala rongsokan yang dibawa air.
Dari udara, terlihat titik-titik lampu dan siluet alat berat bergerak pelan namun pasti. Personel tampak sibuk berkoordinasi, menyisir setiap sudut area yang terdampak. Pemandangan ini jelas menunjukkan betapa kuatnya komitmen para petugas di lapangan. Tentu saja, kondisi seperti ini menuntut kewaspadaan ekstra tinggi.
Semua itu terjadi pada Jumat malam, 26 Desember 2025. Kurang lebih dari pukul tujuh sampai hampir tengah malam, mereka fokus membereskan tiga hal: membuka jalan, mengeruk lumpur, dan menyingkirkan material penghalang.
“Kerja di malam hari dengan cahaya minim memang berat,” kira-kira begitu gambaran kondisi saat itu. Tapi pengaturan lapangan dilakukan dengan sangat ketat. Setiap ekskavator yang beroperasi hanya dibantu lampu-lampu terbatas, sementara personel pengaman berjaga di titik-titik yang dianggap rawan.
Artikel Terkait
Bupati Tapanuli Tengah Soroti Dua Desa Pemicu Banjir dan Longsor
Gelembung Harapan Agung di Tengah Gemerlap Monas
Prabowo Gelar Pertemuan Malam dengan Rosan, Bahas Progres Kampung Haji hingga Hunian Korban Bencana
Bencana Tapanuli Tengah: Empat Desa Masih Terisolasi, Relokasi Jadi Opsi