Patung Harimau Putih Kediri: Ketika Karya Aneh Justru Menciptakan Destinasi

- Sabtu, 27 Desember 2025 | 19:00 WIB
Patung Harimau Putih Kediri: Ketika Karya Aneh Justru Menciptakan Destinasi

"Seni itu tidak selalu harus indah menurut ukuran umum. Kadang ia justru berfungsi memantik pertanyaan, gelak tawa, atau perdebatan. Itu sah-sah saja," ujarnya dalam suatu wawancara.

Polemik ini mestinya jadi bahan refleksi bagi kita semua. Apakah kita terlalu cepat menghakimi ekspresi budaya lokal dengan kacamata kota dan standar akademis yang kaku? Desa Balongjeruk punya cerita mitologisnya sendiri. Patung ini adalah upaya mereka, dengan sumber daya seadanya, untuk menceritakannya.

Alih-alih mempermalukan, gelombang viral ini justru telah mendemokratisasi apresiasi seni. Itu partisipasi budaya dalam bentuknya yang paling nyata.

Namun begitu, ada catatan yang perlu diingat. Ke depan, meski dananya pribadi, penempatan karya di fasilitas publik akan lebih baik jika melibatkan konsultasi dengan yang paham medium patung luar ruang. Tujuannya agar karya bisa bertahan lebih lama, secara fisik dan nilai. Kabar baiknya, komitmen desa untuk merevisi patung menunjukkan sikap terbuka dan mau belajar.

Pada akhirnya, Patung Harimau Putih Kediri ini bukan aib. Ia adalah fenomena budaya modern yang justru membanggakan. Karya ini membuktikan bahwa seni bisa lahir dari niat tulus dan transparansi, lalu menjadi katalis percakapan yang hidup.

Seperti kata Joseph Beuys, setiap manusia adalah seniman. Seorang kepala desa dengan dana terbatas pun berhak mengekspresikan visinya. Dan publik berhak menertawakannya, mengkritiknya, atau malah menjadikannya tujuan wisata. Semua itu adalah bentuk apresiasi.

Yang justru memalukan, kalau kita sebagai penikmat jadi elitis, gampang menghina, dan lupa bahwa salah satu fungsi seni adalah menyatukan orang dalam sebuah percakapan meski percakapan itu dimulai dengan ledakan tawa.

Remy Sylado, sastrawan, pernah mengingatkan sesuatu yang relevan di sini.

"Seni itu hak semua orang. Jangan dijadiin alat buat mengukur siapa yang punya selera tinggi atau rendah. Kadang, yang dianggap ‘jelek’ justru paling jujur mewakili zamannya."

Patung Harimau Putih di Balongjeruk mungkin adalah perwujudan paling jujur dari semangat itu. Lahir dari niat baik, dikritik dengan bebas, lalu dirayakan justru karena ketidaksempurnaannya. Itulah seni yang benar-benar hidup.

[]


Halaman:

Komentar