Ia lalu memberi contoh hitungan kerugian yang bisa membengkak. "Kalau harga dari makanan itu di bawah Rp10.000, di bawah dari yang seharusnya, maka kerugiannya masif sekali. Jadi margin 4.000 saja ya dari hak misalkan 10.000 yang diterima oleh anak sekolah. Kalau dikalikan selama dua minggu anak sekolah maka kehilangan uang negara karena program yang tidak berjalan dengan baik ini bisa mencapai Rp 2,8 triliun, Mas. Dan ini sangat besar sekali."
Di sisi lain, Wakil Kepala BGN, Nanik S Deyang, punya penjelasan sendiri. Dalam acara yang sama, ia beralasan program ini harus konsisten untuk menjaga gizi anak.
"Memberikan makanan bergizi itu kan harus konsisten ya," kata Nanik.
"Baik supaya ya kan selama ini sudah berjalan yang kalau ada mulai Januari itu sudah 1 tahun. Lalu kami kan sebagai lembaga yang saat ini diserahi tugas sebagai menjaga makanan untuk menjaga gizi anak-anak. Jadi ya kita berpikir ya sudah tidak boleh putus-putus nih harus terus konsistens kita berikan."
Soal mekanisme pembagian saat libur, Nanik mengaku tidak ada aturan baku. Ia menyebut fleksibilitas menjadi kunci. "Namun karena anak-anak lagi libur ya sehingga untuk khusus anak-anak ini fleksibel saja juga sekolahnya. Kalau mau ya silakan diambil kalau enggak juga tidak apa-apa."
"Jadi tidak ada pemaksaan ya," tambahnya.
Ketika ditanya tentang aspirasi penghentian sementara, Nanik justru mengalihkan bola panas itu ke Kementerian Keuangan. Terlebih dengan adanya usulan agar dana dialihkan untuk bantuan bencana di Sumatra.
"Uang untuk yang Rp15.000 itu tidak pernah ada di BGN, adanya di Departemen Keuangan," ujar Nanik.
"Tinggal Departemen Keuangan kalau memang dialihkan untuk bencana, disetop, enggak usah ada. Karena kan itu kan tidak jadi dianggarkan tuh, tidak ada dalam kelembagaan BGN, tapi ada di Departemen Keuangan langsung ditransfer ke dapur-dapur."
Lalu, siapa sebenarnya Media Wahyudi Askar ini? Dia adalah akademisi dan peneliti kebijakan publik yang cukup dikenal. Saat ini, ia mengajar di Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, FISIP Universitas Gadjah Mada.
Latar belakang pendidikannya kuat. Setelah meraih S1 dan S2 di UGM, pria ini menyelesaikan program doktoralnya di Universitas Manchester, Inggris, dalam bidang Kebijakan dan Manajemen Pembangunan.
Jejaknya di organisasi mahasiswa dan pemberdayaan masyarakat sudah terlihat sejak lama. Kini, ia sering diundang sebagai narasumber dan analis di berbagai media, membahas isu-isu seperti kemiskinan, keadilan fiskal, dan evaluasi kebijakan.
Artikel Terkait
Bambu atau Beton: Pilihan yang Menguji Makna Rumah Ibadah di Desa
Induk Simpanse dan Pukulan Kasih Sayang di Alam Liar
Maruf Amin Mundur: Uzlah Pribadi atau Pergeseran Politik?
Aksi Vandalisme Warnai Perayaan Natal di Berbagai Kota India