Anggaran Bencana Miliaran Triliun, Lalu Kemana Laporannya?

- Sabtu, 27 Desember 2025 | 04:06 WIB
Anggaran Bencana Miliaran Triliun, Lalu Kemana Laporannya?

Indonesia kembali berduka di penghujung 2025. Gunung Semeru di Lumajang masih terus mengeluarkan amarahnya, sementara berita duka datang dari Sumatera akibat banjir bandang yang menyapu beberapa wilayah. Rentetan musibah ini, dengan segala kerusakan dan korban jiwa yang ditimbulkannya, menyadarkan kita betapa rapuhnya negeri ini.

Data dari BNPB memang mencengangkan. Dalam lima tahun terakhir (2020-2024), tercatat lebih dari 22 ribu bencana. Dan tahun 2025 ini, hingga 23 Desember, sudah ada 3.160 kejadian. Angkanya nyata: 1.546 orang meninggal, lebih dari 10 juta orang menderita dan mengungsi. Rumah-rumah rubuh, fasilitas umum rusak pemandangan yang seolah tak pernah usai.

Di sisi lain, banyak yang menyoroti akar masalahnya. Banjir dan tanah longsor, misalnya, kerap dikaitkan dengan deforestasi dan kerusakan lahan akibat industri ekstraktif. Di sini, tarik-ulur klasik terjadi: antara desakan ekonomi dan kebutuhan melindungi lingkungan. Perdebatan itu terus berulang, seiring dengan musim hujan dan bencana yang datang.

Padahal, teori dan konsep bagus sudah banyak. Mulai dari etika lingkungan, tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), hingga prinsip-prinsip pengelolaan hutan dan pertambangan yang baik. Semua sudah diadopsi dalam regulasi. Namun begitu, implementasi di lapangan selalu jadi persoalan. Ketegasan seringkali menguap.

Soal Anggaran: Ada, Tapi Cukupkah?

Tanggung jawab menangani bencana ini dibagi antara pemerintah pusat dan daerah, bahkan sampai tingkat desa. Kerjanya harus berjenjang dan terencana. Nah, soal pendanaannya, kerangkanya sudah jelas. Ada anggaran untuk pencegahan dan pemulihan di tiap kementerian/lembaga, dan ada juga dana cadangan yang sifatnya fleksibel, bisa dipakai kapan saja bila darurat. Aturannya merujuk pada UU Keuangan Negara dan APBN.

Untuk dana cadangan bencana di APBN, angka alokasinya dari 2016 hingga 2025 ini berfluktuasi antara Rp 3 triliun sampai Rp 7,5 triliun. Tahun 2025 ini, dianggarkan Rp 5 triliun. Daerah pun punya pos belanja tak terduga (BTT) di APBD-nya masing-masing, jumlahnya tentu berbeda-beda.


Halaman:

Komentar