Upaya Roy Suryo dan kawan-kawannya untuk membuktikan tudingan ijazah palsu Presiden Joko Widodo terus berlanjut. Kali ini, mereka mendesak penyidik Polda Metro Jaya agar melakukan uji forensik independen terhadap dokumen akademik sang presiden. Padahal, nggak lama sebelumnya, penyidik sudah menunjukkan bentuk fisik ijazah Jokowi dalam sidang gelar perkara khusus.
Langkah Roy Suryo yang tak kenal lelah ini menarik perhatian pengamat politik Adi Prayitno. Menurut dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, sebenarnya Jokowi sendiri tidak terlalu ambil pusing dengan isu yang berlarut-larut ini.
Di sisi lain, publik memang penasaran. Mereka menuntut kejelasan, apakah ijazah presiden mereka itu asli atau tidak. Namun begitu, Adi menilai Jokowi punya alasan kuat. Bagi presiden, urusan ini cuma satu: selesaikan di pengadilan, bukan di ruang publik.
Intinya, Jokowi cuma mau kasus ini dibahas lewat jalur hukum yang sah. Persepsi politik dan segala macam tudingan di luaran, bagi Adi, nggak akan memberikan efek berarti. Makanya presiden bersikukuh, tunjukkan saja buktinya di sidang pengadilan.
Adi sendiri berharap kasus ini cepat berakhir. Soalnya, masih banyak hal penting lain yang perlu didiskusikan, seperti kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih krusial. Mengenai tudingan Jokowi soal ada tujuan politik dan "orang besar" di balik layar, Adi cuma bisa bilang, itu cuma Jokowi dan Tuhan yang tahu.
Meski begitu, dalam politik, tudingan soal dalang di balik suatu gerakan itu sudah biasa. “Jangankan soal ijazah, kita aja kalau ada yang mau di depan DPR, di depan istana, di gedung pemerintahan, pasti ada yang menuduh pasti ada yang menggerakkan, ada yang menunggangi,” ucapnya.
Permintaan Uji Forensik dan Klaim Roy Suryo
Permohonan resmi untuk uji forensik itu diajukan ke Polda Metro Jaya pada Senin lalu. Roy dan timnya mengusinkan dua lembaga untuk jadi pemeriksa: Universitas Indonesia dan BRIN. Ada empat dokumen UGM yang ingin mereka periksa: ijazah S-1, transkrip nilai, lembar pengesahan skripsi, plus sertifikat dan laporan KKN.
Roy ngotot kalau dokumen-dokumen itu bermasalah. Transkrip nilai yang pernah ditampilkan Bareskrim, katanya, tanpa tanda tangan dekan dan tulisan nilainya cuma tulisan tangan. Lembar pengesahan skripsinya juga diragukan, karena formatnya baru dipakai tahun 1992 padahal Jokowi lulus tujuh tahun sebelumnya.
Artikel Terkait
Jerat Scam di Kamboja: Sembilan WNI Pulang Setelah Kabur dari Kantor Penjara
KPK Hentikan Penyidikan Kasus Korupsi Tambang Rp 2,7 Triliun di Konawe Utara
Teddy Indra Wijaya Sambangi Kapolri hingga Adik Prabowo di Hari Natal
Ketenangan Batin: Kunci Menemukan Harmoni di Tengah Dunia yang Tak Bisa Dikendalikan